Suara.com - Tepat satu tahun yang lalu, 2 Maret 2020, Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus Covid-19 pertama yang dikonfirmasi pemerintah. Hal ini tentu menimbulkan kepanikan warga, termasuk kepanikan dalam berbelanja khususnya belanja masker.
Masker medis mencuri perhatian penuh selama awal pandemi karena isu kelangkaan. Kondisi ini yang membuat harga masker melambung dan ketersediannya terbatas. Mengulas setahun konfirmasi Covid-19 pertama di Indonesia, berikut kilas balik persoalan masker selama pandemi, antara lain:
1. Harga Masker Fantastis
Pada awal pandemi, harga masker terus mengalami lonjakan, bahkan mencapai harga yang tak masuk akal. Pada 5 Maret, bahkan ada yang menjual masker dengan harga Rp 31 juta per kotaknya.
Baca Juga: Ratusan Personel TNI-Polri di NTB Dilatih Jadi Petugas Vaksinasi
Masker dengan merek Sensi tersebut dijual melalui toko online Shopee bernama filter.jr.red9, demikian dilaporkan Keepo -- jaringan Suara.com, Kamis (5/3/2020).
Dalam keterangan produk, satu kotak masker dihargai Rp 31.000.900 berisi 50 lembar. Meski demikian belum ada satupun orang yang membelinya.
2. Mantan Menkes: Masker Hanya untuk yang Sakit
Menanggapi harga masker yang mahal, Menteri Kesehatan kala itu, Terawan Agus Putranto menyebut jika masker seharusnya dipakai oleh orang yang sakit.
"Masker salahmu sendiri, kok beli. Nggak usah pakai masker. Masker untuk yang sakit," ujar Menkes Terawan di Bandara Halim Perdanakusuma, Cawang, Jakarta Timur, Sabtu (15/2/2020).
Baca Juga: Setahun Berlalu, Barang Ini Pernah Langka di Awal Pandemi Covid-19
Bahkan penyataan ini juga dibenarkan Badan Kesehatan Dunia, WHO Representative for Indonesia, Dr. Paranietharan, bahwa masker tidak banyak membantu untuk yang sehat. Sebaliknya, ini sangat dibutuhkan untuk mereka yang sakit.
3. Masker untuk Semua
Pada 5 April 2020, pemerintah kemudian meminta agar masyarakat menggunakan masker saat di tempat publik. Bagi selain tenaga medis disarankan menggunakan masker kain yang bisa dicuci.
Langkah-langkah ini mengikuti rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mendorong penggunaan masker wajah di tempat umum.
4. Sanksi Penimbun Masker
Pelaku penimbun masker akan dikenai Pasal 107 undang-undang nomor 7 tahun 2014 tentang perdagangan dengan ancaman 5 tahun dan denda maksimal Rp 50 miliar.
Pasal tersebut melarang pelaku usaha untuk menyimpan barang kebutuhan pokok atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang.
5. Masker Kain Naik Daun
Untuk menghindari kelangkaan masker medis pemerintah dan berbagai lembaga kesehatan menekankan penggunaan masker kain lapis tiga bagi masyarakat umum.
6. Penimbun Masker Rugi
Akibat populernya masker kain, para penimbun masker medis mulai mengalami kerugian. Salah seorang warganet mengatakan di akun Twitternya pada 2 April 2020, jika orang yang ia kenal menderita kerugian sebesar Rp 15 miliar akibat menyetok masker, hand sanitizer, dan thermometer gun.
"Supply udah kembali normal ya. Temen gue yang kemarin nyetok masker, hand sanitizer, thermogun cerita rugi 15M gara-gara stok sekarang mandek, mau jual mahal enggak laku, jual murah juga rugi," tulis @renaldypjs.
7. Larangan Masker Scuba
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito menyatakan bahwa masker kain tiga lapis lebih baik dibanding masker scuba ataupun buff.
"Mengapa hal itu penting karena kemampuan filtrasi atau penyaringan partikel virus itu akan lebih baik dengan jumlah lapisan yang lebih banyak dalam hal ini tiga lapisan berbahan katun," ujar Wiku dalam jumpa pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (15/9/2020).
8. Tren Tali Masker
Tali masker sedang tren belakangan ini, padahal tren tersebut tidak disarankan. Apabila masker diturunkan lalu dipakaikan tali atau pengait maka masker mengenai baju. Padahal masker tidak boleh berkontak dengan benda lainnya untuk menjaganya tetap steril. Hal ini dinyatakan oleh Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Covid-19 Brigjen TNI (Purn) dr. Alexander K. Ginting, Sp.P (K).