Suara.com - Sadar penanganan hemofilia di Indonesia belum terstandar, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Sadikin Gunadi akan membuat Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK).
"Dengan adanya ini, tata laksana hemofilia yang ditandatangani menteri kesehatan, bisa digunakan sebagai acuan bagi seluruh tenaga medis maupun tenaga lainnya yang menggerakkan pelayanan pasien-pasien," ujar Menkes Budi saat membuat Kongres Himpunan Masyarakat Hemofilia, Sabtu (27/2/2021).
Hemofilia adalah kondisi di mana seseorang mengalami gangguan darah tidak bisa membeku dengan baik. Hasilnya saat mengalami pendarahan atau terluka, darah sulit dihentikan dan ini bisa mengancam nyawa.
Dibuatnya standar pengobatan dan penanganan hemofilia, menurut Menkes Budi, sangat diperlukan sehingga dokter atau tenaga kesehatan tidak perlu bingung mencari acuan yang tepat untuk menangani pasien. Apalagi, tatalaksana hemofilia ditemukan berbeda-beda sesuai dengan rekomendasi dari rekan sesama dokter ataupun berdasarkan aturan rumah sakit.
Baca Juga: Pasien Hemofilia Kini Punya Identitas Digital untuk Permudah Pengobatan
Perlu diiingat jumlah data kasus hemofilia di Indonesia mencapai ribuan kasus. Hal ini menjadikan penanganannya tidak boleh sembarangan.
"Kasus hemofilia di seluruh dunia diperkirakan terdapat sekitar 400 ribu kasus. Sedangkan kasus hemofilia sendiri diperkirakan terdapat 2706 kasus, dari 678 juta jiwa penduduk Indonesia pada tahun 2020," tutur Menkes Budi.
PNPK sendiri sudah ada sejak 2010 berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1438 tentang Standar Pelayanan Kedokteran. Ibaratnya PNPK seumpama standar prosedur operasional pengobatan di Indonesia.
Mengutip KNCV, PNPK dibuat oleh sekelompok pakar organisasi profesi, yang membuat pernyataan yang sistematis berdasarkan bukti ilmiah.
Beberapa PNPK yang sudah tersusun di antaranya adalah PNPK Tata Laksana Trauma, PNPK HIV/AIDS, PNPK Preeklamsia dan Eklamsia, PNPK Bayi Berat Lahir Rendah, dan PNPK Tata Laksana Tuberkulosis.
Baca Juga: Alasan Hemofilia Lebih Banyak Menyerang Anak Lelaki