Suara.com - Vaksin Pfizer sudah resmi diizinkan untuk digunakan dalam program vaksinasi virus Corona di sejumlah negara Eropa dan Asia.
Namun terbatasnya dosis vaksin membuat peneliti meminta negara-negara menunda penyuntikan dosis kedua. Apa sebabnya?
Dilansir ANTARA, Danuta Skowronski dan Gaston De Serres mendesak negara-negara agar menunda pemberian dosis kedua vaksin COVID-19 Pfizer.
Dengan keampuhan 92,6 persen setelah dosis pertama, suntikan vaksin bisa saja sia-sia karena keampuhannya cukup tinggi.
Baca Juga: Wapres Ma'ruf Minta Vaksinasi Covid-19 di Indonesia Harus Dipercepat
Kedua peneliti mengatakan temuan mereka bermula dari dokumen Pfizer yang diserahkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA).
Temuan itu juga serupa dengan keampuhan 92,1 persen dosis pertama yang dilaporkan vaksin mRNA-1273 Moderna, kata Skowronski dan De Serres melalui surat yang dipublikasikan di New England Journal of Medicine.
Mereka memperingatkan bahwa mungkin terjadi ketidakpastian soal durasi perlindungan dengan dosis tunggal, akan tetapi menurut mereka pemberian dosis kedua sebulan setelah dosis pertama memberikan sedikit khasiat tambahan dalam jangka pendek.
"Mengingat kurangnya vaksin saat ini, penundaan dosis kedua menjadi masalah keamanan nasional yang, jika diabaikan, tentunya akan menimbulkan ribuan pasien rawat inap dan kematian COVID-19 di Amerika Serikat pada musim dingin ini," para penulis memperingatkan.
Dalam tanggapannya, Pfizer menyebutkan bahwa penjadwalan alternatif pemberian dosis vaksin buatannya belum dievaluasi dan keputusan untuk melakukan itu (pemberian dosis kedua) berada di tangan otoritas kesehatan.
Baca Juga: Soal Penolak Vaksin, Wagub DKI: Kalau Masih Ngeyel, Tentu Diberi Sanksi
"Kami di Prizer yakin bahwa sangat penting bagi otoritas kesehatan untuk mengawasi jadwal alternatif pemberian dosis guna memastikan bahwa vaksin memberi perlindungan semaksimal mungkin," katanya.