Suara.com - Kisah rumah tangga Nindy Ayunda dengan Askara Parasady Harsono tengah menggemparkan publik. Setelah 9 tahun menjalin rumah tangga, Nindy baru buka suara bahwa dirinya sering mengalami KDRT dari suaminya sejak menikah.
Nindy Ayunda pun memperlihatkan bukti-bukti fotonya yang mengalami lebam di bagian wajah hingga lengannya akibat pukulan suaminya.
Selain itu, Nindy Ayunda juga mengaku pernah memergoki suaminya selingkuh pada 2018 silam. Suaminya diketahui telah berselingkuh darinya sejak 2015 silam.
Setelah memergoki suaminya selingkuh dengan mata kepala sendiri, Nindy Ayunda apun sempat alami depresi. Bahkan ia juga sempat mengalami KDRT dari suaminya.
Baca Juga: Peneliti Temukan 38 Varian Baru Virus Corona Covid-19 di Inggris
"Marah dia (saat ketahuan selingkuh), pukul saya," kata Nindy Ayunda, ditemui usai mendatangi Komnas Perempuan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (16/2/2021).
Menurut Dicky Muhammad, pengacara Nindy Ayunda, kliennya mengalami KDRT dari suaminya karena beberapa permasalahan rumah tangga.
"Dibanting, ada cekikan. Ya cek cok biasa rumah tangga," kata Dicky, saat dihubungi awak media, Senin, (8/2/2021).
Kasus kekerasan rumah tangga (KDRT) seperti yang dialami Nindy Ayunda cukup sering terjadi di Indonesia. Kebanyakan orang yang mengalami KDRT justru masih mau tinggal bersama pasangan dalam waktu yang cukup lama, seperti Nindy.
Umumnya dilansir dari Hellosehat, korban KDRT bertahan dalam hubungan atau pernikahan yang penuh kekerasan karena memiliki harapan kondisi mereka akan membaik suatu waktu nanti.
Baca Juga: Potensi Bahaya, Ahli Temukan Kombinasi Virus Corona Inggris dan California
Menurut Lenore E. Walker, psikologis sekaligus penemu teori sosial siklus kekerasan, mengatakan KDRT adalah sebuah pola yang bisa ditebak.
Kasus kekerasan terjadi mengikuti siklus yang berulang. Siklus ini dimulai dari munculnya masalah dalam hubungan rumah tangga, misalnya masalah finansial atau pertengkaran soal anak.
Pada tahap ini, korban biasanya berusaha memperbaiki keadaan dengan cara mengalah atau menuruti keinginan pasangannya.
Bila gagal, korban akan masuk ke dalam tahap kedua, yaitu kekerasan. Pada tahap ini, pelaku akan menyiksa dan menindas korban sebagai hukuman atau pelampiasan emosi.
Dalam kondisi ini, korban mungkin akan berpikir bahwa perlakuan dari pelaku adalah hal yang pantas diperoleh karena merasa gagal menyelesaikan masalah rumah tangga.
Setelah puas dengan tindakan kekerasan, pelaku akan merasa bersalah dan minta maaf pada korban. Pelaku juga mungkin merayu dengan kata-kata manis, hadiah atau bernjanji tidak mengulangi perbuatannya.
Pada beberapa kasus, pelaku justru pura-pura tidak tahu dan bersikap seolah-olah tindakan KDRT tidak pernah terjadi. Tahap ini dikenal sebagai sebutan bulan madu.
Selanjutnya, seseorang akan memasuki tahapan terakhir yang disebut ketenangan. Pada tahap ini, korban dan pelaku akan menjalani hari-hari layaknya pasangan rumah tangga pada umumnya.
Mereka mungkin akan terlihat mesra, harmonis, makan bersama hingga berhubungan seks seperti biasa. Tapi, mereka juga akan kembali ke tahap pertama ketika ada satu permasalahan lagi yang timbul,
Jadi, siklus kekerasan dalam rumah tangga ini akan terus berputar tanpa henti setiap ada permasalah yang muncul.