Suara.com - Defisit oksigen (hipoksia) di otak merupakan keadaan darurat yang dapat merusak sel saraf secara permanen. Namun, berdasarkan bukti terbatas, hipoksia juga bisa menjadi sinyal penting untuk pertumbuhan.
Studi oleh ilmuwan dari Institut Max Planck untuk Pengobatan Eksperimental di Göttingen dan dari Rumah Sakit Universitas Kopenhagen dan Hamburg-Eppendorf, menganalisis dampak kekurangan oksigen di seluruh otak dalam percobaan hewan tikus.
Peneliti melihat aktivitas yang menuntut secara mental dan fisik dapat memicu hipoksia pada tikus. Meski dalam bentuk yang dilemahkan, efeknya mirip dengan kekurangan oksigen.
Ternyata, hipoksia dapat mengaktifkan faktor pertumbuhan eritropoietin (Epo) di otak, yang merangsang pembentukan sinapsis dan sel saraf baru.
Baca Juga: Duarr! Tabung Oksigen Meledak, Pria di Tangerang Luka Bakar di Tubuh
Meskipun dikenal karena efek stimulasi pada sel darah merah, Epo juga mendorong pembentukan sel saraf dan jaringannya di otak, lapor Neuro Science News.
Mekanisme ini dapat menjelaskan mengapa latihan fisik dan mental, yang dianggap sebagai aktivitas menuntut secara mental dan fisik, berdampak positif pada kinerja mental di usia tua.
Dalam studi ini, peneliti melakukan studi secara rinci daerah otak dan jenis sel mana yang terpengaruh saat hipoksia.
Peneliti menemukan dua perbedaan besar antara beberapa jenis sel, yakni sel saraf yang terpengaruh secara khusus dan sel glial yang hanya terpengaruh sedikit.
Selain itu, gen Epo di otak, bersama dengan sejumlah gen lainnya, secara khusus terangsang selama aktivitas mental dan fisik.
Baca Juga: Ari Lasso Habiskan 4 Tabung Oksigen saat Diboyong ke Rumah Sakit
Namun, peneliti mengaku belum tahu apakah hasil ini akan sama pada manusia.
"Kami masih belum tahu apakah hipoksia ringan akibat aktivitas juga menyebabkan jaringan sel saraf yang lebih kuat, dan bahkan pembentukannya, pada manusia," kata kepala penelitian Hannelore Ehrenreich.
Oleh karenanya, Ehrenreich ingin melakukan penelitian serupa pada manusia. Misalnya, pada subjek uji yang aktif menggunakan sepeda untuk menilai aktivitas fisik dan mental mereka.
Penemuan ini pada akhirnya dapat bermanfaat bagi pasien dengan penyakit degeneratif saraf di mana sel saraf mati atau kehilangan sinapsis.