Suara.com - Varian baru virus Corona yang muncul di Inggris dan Afrika Selatan membuat perusahaan vaksin melakukan studi ulang untuk melihat keampuhannya.
Dilansir ANTARA, perusahaan Pfizer dan BioNtech pada Senin (8/2) mengklaim bahwa vaksin COVID-19 yang mereka kembangkan bersama ampuh melawan varian virus corona Afrika Selatan dan Inggris.
Pihaknya mengutip sebuah riset di jurnal Natural Medicine, yang menyebutkan vaksin menghasilkan antibodi yang menetralkan versi virus yang bermutasi, yang mulanya muncul di Inggris dan Afrika Selatan.
Panel serum manusia dari 20 partisipan diuji oleh peneliti usai diberikan vaksin COVID-19 dengan mutasi utama.
Baca Juga: Bio Farma Sudah Produksi 10,4 Juta Bahan Baku Vaksin Sinovac
"Batasan dari riset saat ini adalah bahwa virus buatan tidak mencakup secara lengkap perangkat lonjakan mutasi yang muncul pada varian Inggris atau Afrika Selatan," seperti yang disebutkan oleh riset tersebut.
Riset itu diterbitkan setelah penelitian berbeda pada Minggu mengungkapkan bahwa vaksin COVID-19 produksi Oxford-AstraZeneca kurang ampuh melawan varian COVID-19 Afrika Selatan.
Sebelumnya, vaksin Covid-19 buatan Universitas Oxford, Inggris, yang bekerjasama dengan AstraZeneca disebut kurang manjur untuk mengatasi varian baru virus Corona dari Afrika Selatan.
Menurut laporan Financial Times, studi dari Universitas Witwatersrand dan Universitas Oxford Afrika Selatan menunjukkan bahwa vaksin AstraZeneca secara signifikan mengurangi kemanjuran terhadap varian virus dari Afrika Selatan.
Varian virus corona yang saat ini paling dikhawatirkan para ilmuwan dan pakar kesehatan masyarakat adalah yang disebut varian Inggris, Afrika Selatan, dan Brasil. Ketiganya disebut bisa menyebar lebih cepat daripada yang lain.
Baca Juga: Perkembangan Terkini Vaksin Merah Putih, Target Bisa Dipakai Akhir 2021
"Dalam uji coba fase setengah kecil ini, data awal telah menunjukkan kemanjuran terbatas terhadap penyakit ringan terutama karena varian B.1.351 Afrika Selatan," kata juru bicara AstraZeneca dalam menanggapi laporan FT.
Surat kabar tersebut mengatakan tidak ada dari 2.000 peserta uji coba yang kemudian dirawat di rumah sakit atau meninggal.
"Namun, kami belum dapat memastikan dengan tepat efeknya terhadap penyakit parah dan rawat inap, mengingat sebagian besar subjeknya adalah orang dewasa muda yang sehat," imbuh juru bicara AstraZeneca.
Perusahaan yakin vaksinnya dapat melindungi dari penyakit parah, mengingat aktivitas antibodi penetral setara dengan vaksin Covid-19 lain yang telah menunjukkan perlindungan terhadap penyakit parah.
Uji coba, yang melibatkan 2.026 orang di antaranya setengah dari kelompok plasebo, belum ditinjau oleh para ahli, kata Financial Times.
"Universitas Oxford dan AstraZeneca telah mulai mengadaptasi vaksin terhadap varian ini dan akan berkembang pesat melalui pengembangan klinis sehingga siap untuk pengiriman saat musim gugur jika diperlukan," ucapnya dikutip dari Channel News Asia.