Suara.com - Kusta termasuk penyakit kulit yang bisa menular akibat kontak erat. Lantaran penyakitnya yang timbul di permukaan kulit, hal ini menyebabkan timbulnya stigma di masyarakat mengenai kusta sebagai penyakit kutukan.
Padahal, serupa dengan penyakit kulit lainnya, kusta juga bisa diobati hingga sembuh. Menurut, Ketua Kelompok Studi Morbus Hansen Indonesia Dr. dr. Sri Linuwih Menaldi. Sp.KK(K)., kebanyakan pasien tidak menyadari gejalanya sehingga terlambat berobat dan membuat tampilan kusta jadi menyeramkan.
"Stigma ratusan tahun tidak pernah hilang karena menganggap melihatnya seram, karena sudah terlambat. Mereka tidak ketahui gejala awalnya. Datang sudah cacat, luka sudah besar," kata dokter Sri saat siaran langsung dengan Radio Kesehatan Kemenkes, Jumat (5/2/2021).
Selain stigma kutukan, masyarakat juga masih keliru karena menganggap kusta sebagai penyakit keturunan. Pemahaman itu timbul, menurut Sri, karena biasanya dalan satu keluarga ada lebih dari satu orang yang mengalami sakit kusta.
Baca Juga: Kusta Anak, Benarkah Lebih Berbahaya daripada Kusta Dewasa?
"Ini sebenarnya bukan keturunan tapi karena kontak erat. Ya, adanya di dalam keluarga. Kalau ada orang dewasa sakit, tidak diobati, padahal obat ada di puskesmas, gratis pula," ucapnya.
Ia menjelaskan bahwa orang dewasa yang sakit kusta bisa menularkan kepada anak-anak jika terus terjadi kontak erat dalam jangka waktu beberapa tahun. Karena itu, sejumlah kasus kerap ditemukan pasien kusta berada dalam satu keluarga yang sama.
Jika anak di bawah usia 12 tahun mengalami kusta, maka ia harus menjalani perawatan medis dan meminum obat setiap hari selama 6-12 bulan. Dokter Sri menyampaikan, kusta juga bisa menyebabkan kecacatan pada anak.
"Itu mungkin akan menimbulkan masalah hubungan sosial untuk anak dan itu sangat mengganggu perkembangan jiwanya," ucap dokter Sri.
Oleh sebab itu, sangat penting menghilangkan stigma di masyarakat yang menganggap kusta sebagai kutukan atau keturunan. Terpenting menurut dokter Sri, masyarakat justru harus lebih mengenali gejala kusta agar bisa deteksi dini dan mencegah penularan.
Baca Juga: Hari Kusta Sedunia 2021, Kasus Kusta Anak di Indonesia Sulit Dideteksi
"Stigma itu harus kita buang, harus kita kikis. Ini bukan penyakit kutukan, bukan penyakit keturunan. Ini penyakit yang disebabkan bakteri tertentu yang bisa diobati," tegasnya.