Suara.com - Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang Brodjonegoro tengah mempertimbangan penggunaan metode tes saliva untuk menguji Covid-19.
Dengan begitu diharapkan proses testing bisa lebih cepat dan pengambilan sampel bisa lebih mudah karena hanya menggunakan air liur.
Di sisi lain, Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof. Zubairi Djoerban mengatakan tes saliva laik dipertimbangan untu menegakkan diagnosa Covid-19 di Indonesia.
"Menurut saya layak dan bisa. Apalagi tes berbasis air liur ini telah mengantongi izin Badan Pengawas Obat dan Makanan di Amerika Serikat (FDA)," ujar Prof. Zubairi melalui cuitannya di Twitter dikutip Suara.com, Rabu (3/2/2021)
Berbeda dengan tes swab Polymerase Chain Reaction (PCR) yang menggunakan sampel usap dari belakang tenggorokan (nasofaring) dan belakang hidung (orofaring), tes saliva hanya membutuhkan sedikit sampel air liur.
Alat yang digunakan untuk mengambil sampel pada kedua tes ini berbeda, di mana tes swab PCR harus menggunakan Q-tip atau cotton bud panjang dimasukkan ke belakang lubang hidung dan tenggorokan lalu diputar. Tes swab PCR ini dalam dunia medis sering disebut metode invasive.
Sedangkan pada tes saliva, sampel air liur diambil tanpa memasukkan alat ke dalam rongga tubuh manusia, cukup meludah ke wadah kecil untuk nanti sampel tersebut dianalisis.
Itulah mengapa tes saliva dikenal dengan metode non-invasive karena tidak membutuhkan alat yang dimasukkan dalam tubuh.
"Karena cuma butuh sedikit sampel air liur, maka itu berefek pada kebutuhan waktu tesnya. Amat cepat. Bisa kurang dari satu menit. Seseorang pada dasarnya hanya meludah ke dalam wadah kecil saja untuk memberi sampel," terang Prof. Zubairi.
Baca Juga: Kasus Pengadaan PCR, Kejati Sultra Periksa Dua Terduga Penyuap
Sementara itu untuk proses pengujian sampel, pada tes swab PCR, sampel RNA virus harus lebih dulu diekstraksi sebelum dideteksi apakah mengandung virus corona SARS CoV 2.