Suara.com - Pandemi Covid-19 telah memasuki babak selanjutnya, yaitu proses vaksinasi massal. Di Indonesia, program vaksinasi Covid-19 sudah dimulai sejak pertengahan Januari 2021 lalu.
Sayangnya, tak semua menyambut program vaksinasi dengan sikap positif. Beberapa di antaranya secara terang-terangan mengaku ragu dengan vaksin bahkan menolak dengan beragam alasan.
Itu juga yang membuat munculnya fenomena Vaccine Hesitancy atau keengganan dan ketidakpercayaan terhadap vaksin yang kini menjadi momok dan penghambat terbesar program vaksinasi Covid-19 yang sedang dilakukan pemerintah Indonesia.
Berdasarkan survei per persepsi masyarakat terhadap vaksinasi Covid-19 yang dilakukan Kementerian Kesehatan, Indonesia Advisory Group on Immunization (ITAGI), WHO dan UNICEF 2020 terjadi penurunan penerimaan vaksin yang tadinya 65 persen pada September 2020 menjadi 30 persen pada Desember 2020.
Baca Juga: Meluncur Juni 2021, India Ajukan Uji Coba Vaksin Covid-19 Covovax
Meningkatnya fenomena vaccine hesitancy diduga terjadi karena adanya misinformasi terkait vaksin Covid-19 di masyarakat Indonesia.
“Hal ini disebabkan adanya kesalahan informasi yang diterima masyarakat terkait keamanan efektivitas vaksin, kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI), sampai dengan teori konspirasi yang saat ini banyak beredar," ujar Risang Rimbatmaja perwakilan C4D UNICEF berdasarkan siaran pers yang diterima Suara.com, Senin (1/2/2021).
Menurut Risang, pemberitaan media yang berimbang dan akurat mengenai vaksinasi menjadi kunci meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap vaksinasi.
Edukasi melalui digital, dari satu orang ke orang lain dinilai bisa sangat membantu, ditambah edukasi dari para tokoh masyarakat.
“Sekaligus menggiring perubahan perilaku masyarakat menjadi lebih disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan seperti mengenakan masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menjauhi kerumunan, mengurangi mobilitas serta memakai hand sanitizer," terang Risang.
Baca Juga: Ketua PBNU: Wahai Kiai dan Ustaz, Covid-19 Itu Ada dan Bahaya
Sementara itu, Dr. Devie Rahmawati, Peneliti dan Pengajar Tetap Vokasi UI menilai pengetahuan yang rendah, sedikitnya kemauan membaca sehingga informasi yang diperoleh sangat rendah jadi penyebab terbesar terjadinya vaccine hesitancy.
“Serta masih banyaknya disinformasi berita mengenai Covid-19. Maka dari itu, sangat dibutuhkan wadah dan sarana dalam memberikan informasi mendalam mengenai Covid-19, salah satunya dengan literasi digital," pungkas Devie.