Suara.com - Dahulu kita terbiasa mengandalkan real food atau makanan asli sebagai makanan kita sehari-hari,. Beberapa contohnya makanan yang diolah dan dimasak dengan menambahkan bumbu serta rempah untuk meningkatkan cita rasanya.
Namun di zaman modern ini, kita cenderung mengonsumsi makanan olahan dan makanan ultra proses seperti minuman ringan dalam kemasan (soft drinks) dan aneka keripik. Padahal di dalamnya terkandung pengawet,
pemanis, pewarna buatan, perisa, dan umumnya mengandung tinggi gula dan garam.
Makanan-makanan olahan tersebut dengan sangat cepat menggantikan makanan asli di seluruh dunia, yang secara tidak kita sadari bisa mengancam kesehatan kita, dalam jangka panjang.
Berdasarkan kondisi di atas, Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) akan meluncurkan sebuah dokumen mengenai “Bahaya Terselubung dari Makanan Ultra Proses” dalam rangka Peringatan Hari Gizi Nasional 2021, pada Jumat (29/1/2021)
Baca Juga: Aksi Perempuan ini Mendadak Viral, Warganet: Masih Banyak Orang Baik!
Dokumen ini, kata Ketua Umum AIMI, Nia Umar, merupakan terbitan dari BreastfeedingPromotion Network of India (BPNI) yang merupakan mitra kerja AIMI selama ini di International Baby Food Action Network (IBFAN).
Nah, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan risiko dari makanan ultra proses, berikut beberapa fakta yang bisa kamu ketahui.
1. Apa itu makanan ultra proses?
Dalam diskusinya, Nia Umar menjelaskan, jika makanan ultra proses memiliki tiga ciri dasar, yakni pertama dibuat di pablik dalam kemasan, sehingga produk siap saji yang dapat dikonsumsi kapan saja dan dimana saja.
Produk ultra proses, lanjut dia, umumnya juga diiklankan secara komersial dengan tujuan untuk menggantikan makanan “asli”. Makanan bentuk “asli” biasanya terdapat dalam jumlah kecil atau hampir tidak ada dalam produk ultra proses.
Baca Juga: Anti Belepotan! Viral Trik Praktis Santap Makanan Cepat Saji di Mobil
"Makanan ultra proses juga diolah dengan cara karbonasi, pemadatan, pengocokan, penambahan massa, dan pemipihan, pengurangan pembentukan busa, dan lain lain. Umumnya terdapat 5 atau lebih kandungan dalam makanan ultra proses," jelasnya.
Ciri ketiga, lanjut dia, pada makanan ultra proses akan ada satu atau lebih zat tambahan yang tidak pernah kita gunakan di dapur rumah tangga. Bahan tambahan ini dapat berupa gula, minyak, garam, antioksidan, penstabil, dan pengawet. Kasein, laktosa, protein whey dan gluten, minyak terhidrogenasi, protein hidrolisat, isolat protein kedelai, maltodekstrin, gula rafinasi, dan sirup fruktosa jagung konsentrasi tinggi.
"Zat tambahan lainnya juga berupa pewarna, penstabil warna, pengental, penambah rasa, dan pemanis non gula. Bahan bahan aditif ini membuat produk dengan rasa yang lebih mudah diterima," ungkap dia.
2. Apa saja contohnya sesuai dengan usia?
Makanan ultra proses sangat beragam di pasaran dan dapat dengan mudah kita jumpai. Bahkan, makanan ini sudah diperuntukan bagi bayi baru lahir. Misalnya, untuk usia 0-6 bulan, ada susu bubuk formula.
Pada usia 6 bulan - 3 tahun jenisnya semakin beragam. Selain susu bubuk formula, makanan ultra proses lainnya cereal instan, cokelat dan es krim hingga kudapan ringan seperti biskuit.
Semakin besar dari anak-anak hingga dewasa sangat banyak contohnya, biasanya dikemas dengan istilah "instan", mulai dari sup, mie, roti dengan tambahan pengemulsi, nugget dan stik ikan dan ayam, sosis, burger, dan (makanan lain yang mengandung daging yang direkonstitusi).
Adapula minuman berkarbonasi, jus buah kemasan, minuman kesehatan atau minuman energi, makanan ringan kemasan, es krim, yogurt yang ditambahkan pemanis buatan, coklat, permen atau manisan, roti yang diproduksi massal oleh pabrik, margarin dan olesan, biskuit, kue, sereal sarapan, protein bar, daging olahan (ham, salami, daging babi yang diasinkan atau bacon).
"Hingga saus instan, produk yang siap dihangatkan seperti pie yang telah disiapkan sebelumnya, pasta, dan pizza," ungkap Nia.
3. Apa bedanya dengan makanan olahan?
Makanan olahan kata Nia tentu berbeda dengan makanan ultra proses, karena kelompok makanan ini biasanya dihasilkan dari makanan asli yang ditambahkan gula, minyak, atau garam.
"Makanan ini biasanya diproses dengan cara diawetkan, diasinkan, diasamkan atau difermentasi. Proses pengolahan ini bertujuan meningkatkan daya tahan produk atau memodifikasi rasa," jelas dia.
Beberapa contoh produk dalam kategori ini yaitu, buah yang diawetkan dalam larutan sirup, sayur yang diawetkan dalam air asin atau minyak (acar), keju dari susu yang melalui proses sederhana, buah atau sayur kalengan.
Di Indonesia contohnya asinan, terasi, keripik buah dan sayur. Minuman beralkohol seperti bir dan anggur juga masuk dalam grup ini. Jumlah kandungan gula dan garam menjadi penentu apakah produk dalam makanan olahan sehat atau tidak.
4. Risiko kesehatan akibat konsumsi makanan ultra proses
Penelitian ilmiah telah menyelidiki hubungan antara tingkat konsumsi makanan ultra proses dan kesehatan. Peningkatan konsumsi makanan ini menyebabkan tingginya nafsu makan dan kaitkan erat dengan kenaikan berat badan yang lebih besar daripada makanan yang tidak diproses, meskipun jumlah kalorinya sama.
Dampak buruk kesehatan termasuk obesitas, asma dan mengi pada anak-anak; obesitas, diabetes tipe -2, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, depresi, sindrom iritasi usus besar, dispepsia, kelemahan (kelelahan, kelemahan otot) dan semua penyebab kematian pada orang dewasa bisa menjadi risiko saat Anda mengonsumsi makanan ini.
"Tidak ada penelitian yang menemukan manfaat konsumsi makanan ultra proses bagi kesehatan," kata Nia memperingatkan.
5. Tips agar bisa mengurangi makanan ultra proses
Konsumsilah makanan asli, baik yang berasal dari hewani maupun nabati dapat meningkatkan kekebalan tubuh dan menekan obesitas. Ini akan membantu melawan Covid-19 maupun berbagai infeksi serupa.
Jadikan makanan ini sebagai dasar makanan bayi Anda. Kelompok makanan ini bergizi, lezat, sesuai, dan mendukung sistem pangan yang berkelanjutan baik sosial maupun lingkungan.
Selain itu, lebih jeli lah dalam memiliki makanan. Periksa kembali apakah makanan tersebut merupakan makanan ultra proses atau tidak. Ini akan membantumu memutuskan apakah akan memakannya atau memberikannya kepada anak-anak atau tidak. Identifikasi kelompok usia secara bijak.
Jangan pula terkecoh oleh apa yang diiklankan tentang makanan, waspadalah terhadap informasi dari industri, serta percayai sumber informasi seperti WHO, Pemerintah atau kelompok peminat kepentingan publik.