Suara.com - Tuberkulosis (TBC/TB) merupakan salah satu penyakit menular mematikan yang menjadi perhatian masyarakat dunia.
Saat ini, Indonesia merupakan negara kedua dengan beban TB tertinggi di dunia setelah India. Diperkirakan, setiap tahun sekitar 845.000 orang Indonesia menderita penyakit tersebut.
Sayangnya, masa pandemi Covid-19 membuat perhatian mengenai penyakit ini jadi berkurang. Padahal, penyakit ini sama berbahayanya denga Covid-19.
Berdasarkan data yang diperoleh, selama masa pandemi orang yang menderita TBC berkurang sebesar 30-40 persen.
Baca Juga: Apa Itu Disease X? Pandemi Baru di Masa Depan
Namun, berdasarkan keterangan yang disampaikan beberapa organisasi penyintas TB dan lembaga pendamping TB, hal itu bisa saja terjadi karena masyarakat enggan melakukan pemeriksaan karena takut terinfeksi Covid-19.
Berdasarkan keterangan beberapa lembaga pendamping TB di Indonesia, banyak penderita yang takut melakukan pengobatan dan pemeriksaan ke rumah sakit karena Covid-19.
Selain itu, Covid-19 menyebabkan anggara serta perhatian TB berkurang. Terdapat beberapa permasalahan untuk pelaksanaan pemulihan TB setelah adanya Covid-19, di antaranya:
- Anggaran untuk TB di daerah kebanyakan dari DAK Pusat.
- Anggaran daerah dipotong untuk Covid-19.
- Belum semua kepala daerah memiliki visi misi untuk fokus pada kesehatan, sehingga minim pembahasan terkait TB.
Selain itu pelaksanaan kebijakan TB di setiap daerah juga berbeda-beda. Kebanyakan dari beberapa daerah merasakan kebijakan membuat TB tidak begitu diperhatikan terutama dalam penyediaan fasilitas kesehatan.
Beberapa penderita justru diberikan obat untuk diminum di rumah yang biasanya dilakukan di rumah sakit. Hal ini menyebabkan beberapa penderita tidak minum obat secara teratur.
Baca Juga: Cegah Penyakit Menular, Kemenkes Anjurkan Bumil Lakukan 3 Tes Ini
Di samping itu, rumah sakit rujukan tempatnya juga semakin berkurang karena juga menjadi rumah sakit rujukan untuk pasien Covid-19.
Oleh karena itu, dalam diskusi yang dilakukan oleh Stop TB Partnership Indonesia (STPI) dengan beberapa lembaga pendamping TB di daerah pada Rabu, (27/01/2021), membuat rekomendasi yang berisikan permohonan kepada instansi-instansi, di antaranya:
1. Pemerintah Daerah
- Untuk tetap memberikan anggran yang memadai kepada pasien TB.
- Pendamping TB harus dilibatkan dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran daerah.
- Karena TB bukan hanya pengobatan, maka perlu fasilitas transportasi dan nutrisi untuk penderita, serta anggaran sembako dan lain-lain.
2. DPRD
- DPRD harus memiliki komitmen untuk mengalokasikan anggaran untuk penyakit menular khususnya TB.
- Komisi D Bidang Kesehatan dan Dinas Sosial perlu melakukan pembahasan terkait TB.
3. Lembaga Pemberi Layanan (Rumah sakit, puskesmas, dan lain-lain)
- Tidak melakukan diskriminasi terhadap pasien TB. Selain itu, puskesmas juga harus berperan penting dalam melayani pasien TB.
4. Lembaga-lembaga nonpemerintah
- Terus melakukan kerja sama dan bahu-membahu untuk mengatasi masalah TB. (Fajar Ramadhan)