Suara.com - Pernahkah Anda merasa asing di lingkungan tempat tinggal? Inilah kondisi derealisasi.yang termasuk komponen utama dari gangguan depersonalisasi.
Derealisasi juga dapat terjadi dengan sejumlah gangguan medis atau kejiwaan, baik sebagai efek suatu zat, atau dapat terjadi tanpa alasan yang dapat diidentifikasi.
Umumnya, derealisasi terjadi dalam waktu singkat, berlangsung selama beberapa menit tanpa sering kambuh. Namun, pada orang dengan kondisi kejiwaan atau medis, derealisasi dapat terjadi berulang atau berlangsung lama.
Seperti apa karakteristik derealisasi?
Baca Juga: Studi: Kelahiran Tahun 70-an Lebih Mungkin Alami Masalah Mental
Berdasarkan Verywell Health, derealisasi dapat digambarkan sebagai perasaan bahwa lingkungan Anda dan peristiwanya tampak seperti bagian dari dunia lain.
Anda mungkin merasa seperti bukan bagian dari lingkungan sekitar atau lingkungan sekitar tampak seperti mimpi atau seperti di dalam film.
Seseorang yang mengalami derealisasi tahu bahwa realitas di sekitar mereka sedang terjadi dan nyata, tetapi mereka tidak merasa menjadi bagian dari apa yang terjadi di sana.
Derealisasi berbeda dengan perasaan tersisihkan, imajinasi, mimpi atau bahkan, halusinasi.
Apa penyebab derealisasi?
Baca Juga: Jelang Lahiran Anak ke-2, Tiwi eks T2 Akui Gugup Belum Siap Mental
Ada beberapa penyebab, misalnya, gangguan kejiwaan, kondisi psikologis, atau gangguan neurologis. Ini juga dapat dikaitkan dengan kelelahan atau sangat terganggu dan terpisah dari lingkungan orang lain.
Kondisi yang terkait dengan derealisasi meliputi depresi, kegelisahan, gangguan panik, gangguan stres pascatrauma (PTSD), migrain, epilepsi, obat anestesi, gangguan telinga bagian dalam hingga kelelahan.
Meskipun derealisasi bukanlah perubahan dalam kesadaran, terkadang hal ini dapat terjadi dengan kondisi yang memengaruhi tingkat kesadaran, seperti saat sebelum atau selama kejang, serta saat diberi obat anestesi.
Derealisasi bisa menjadi cara bawah sadar untuk mengatasi stres atau kecemasan. Bahkan, pendekatan sadar untuk mengatasi peristiwa traumatis yang parah.