Pandemi di Tahun 2021: Rumah Sakit Penuh dan Pasien Sulit Dapat Perawatan

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Selasa, 26 Januari 2021 | 13:20 WIB
Pandemi di Tahun 2021: Rumah Sakit Penuh dan Pasien Sulit Dapat Perawatan
Rumah sakit penuh, pasien Covid-19 sulit dapat perawatan. (Suara.com/Iqbal)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Hampir setahun pandemi Covid-19 berjalan di Indonesia, masalah keterbatasan rumah sakit hingga sulitnya pasien mendapat perawatan masih terdengar.

LaporCovid-19, koalisi sipil yang menyediakan wadah bagi laporan warga, menyoroti masalah ini yang tak juga selesai di tahun 2021.

Koordinator LaporCovid-19, Irma Hidayana mengatakan telah menerima 34 laporan warga yang meminta dibantu mencari ruang isolasi maupun ICU di rumah sakit dalam rentang akhir Desember 2020 hingga 21 Januari 2021.

Keluarga pasien mengaku kesulitan mendapatkan perawatan karena sejumlah rumah sakit rujukan yang mereka datangi telah penuh.

Baca Juga: Per Hari 38 Jenazah Covid-19 Dimakamkan di TPU Bambu Apus

Membantu pasien mencari rumah sakit rujukan pun bukan perkara mudah.

Tim LaporCovid-19 harus menghubungi satu per satu rumah sakit hingga meminta tolong kepada jaringan dokter maupun Dinas Kesehatan.

"Kami banyak dibantu Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencari rumah sakit, kami juga minta tolong ke tim Menteri Kesehatan tapi empat kali kami minta tolong itu sama sekali tidak pernah berhasil," kata Irma dalam diskusi virtual, dilansir Anadolu Agency.

Beberapa pasien harus mengantre di ruang gawat darurat untuk mendapat perawatan, beberapa pasien lainnya meninggal dunia sebelum sempat dirawat.

"Dari 34 kasus itu, yang saya ingat ada tiga kasus yang meninggal," ujar dia.

Baca Juga: Kabar Baik! 78 Persen Pasien COVID-19 Depok Sembuh COVID-19

Salah satunya terjadi pada seorang warga Depok, Jawa Barat yang meninggal di taksi online ketika berkeliling dari satu rumah sakit ke rumah sakit lainnya untuk mendapatkan perawatan.

Pasien tersebut menjalani isolasi mandiri hingga suatu hari kondisinya memburuk dan keluarga mencari fasilitas ambulans untuk mencari rumah sakit.

"Tapi ditunggu beberapa jam, ambulans enggak datang. Akhirnya dibawa pakai taksi daring, keliling dari satu rumah sakit ke rumah sakit lainnya. Dalam perjalanan ke rumah sakit itu pasien meninggal dunia dan tidak tertolong," jelas Irma.

Seorang pasien Covid-19 lainnya yang berdomisili di Tangerang Selatan juga meninggal sebelum mendapatkan ruang perawatan di rumah sakit rujukan.

Menurut Irma, pasien tersebut sempat mendapatkan pertolongan darurat di puskesmas. Baik puskesmas, Dinas Kesehatan Tangerang Selatan, serta tim dari LaporCovid-19 telah membantu mencarikan rumah sakit untuk pasien tersebut.

"Sebelum kita mendapatkan ICU, sang pasien sudah meninggal," kata Irma.

Ada pula pasien Covid-19 yang harus menyewa ventilator dengan harga jutaan rupiah karena rumah sakit kehabisan ventilator, namun berujung meninggal dunia.

Irma menuturkan situasi ini merupakan fakta yang harus segera ditangani oleh pemerintah dan menjadi penanda bahwa fasilitas kesehatan sudah kolaps.

Kementerian Kesehatan merespons situasi ini dengan menambah kapasitas pelayanan Covid-19, salah satunya dengan tempat tidur bagi layanan non-Covid-19 menjadi untuk pasien Covid-19.

Sebelumnya, Direktur Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Abdul Kadir mengatakan sejumlah daerah telah mencatat bed occupancy rate (BOR) di atas 80 persen dan berada dalam situasi yang mengkhawatirkan.

Namun, peneliti dari Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) Yurdhina Melissa menilai penambahan kapasitas tidak cukup untuk menyelesaikan persoalan ini.

Pemerintah perlu memiliki sistem pemantauan dengan data real time yang menggambarkan tingkat okupansi ruang ICU dan ruang isolasi di rumah sakit.

Sistem ini semestinya menjadi panduan bagi pasien Covid-19 ketika mencari rumah sakit rujukan dan diharapkan bisa menyelamatkan banyak nyawa.

"Kami melihat instruksi untuk menambah kapasitas rumah sakit tidak pernah diikuti panduan yang jelas bagaimana mengatur traffic pasien. Itu yang menyebabkan pasien berputar-putar, tidak jelas harus kemana," ujar Yurdhina.

"Sementara dalam kasus darurat, kita tahu the clock is ticking," kata dia.

Indonesia telah mencatat 989.262 kasus positif, dengan 27.835 pasien meninggal, dan 162.617 kasus positif hingga Minggu (24/1).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI