Suara.com - Data penelitian awal menunjukkan, varian baru virus corona yang menyebar di Inggris kemungkinan berisiko lebih mematikan dibanding varian lainnya. Namun bukti dan data awal ini, menurut peneliti masih belum pasti dan kuat.
"Kami telah diberitahu hari ini bahwa selain menyebar dengan cepat, ditemukan beberapa bukti bahwa varian baru yang pertama kali menyebar di London dan Tenggara Inggris berkaitan dengan tingkat kematian yang lebih tinggi," ujar Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson dalam konferensi pers, mengutip Live Science, Sabtu (23/1/2021).
Data penelitian awal ini berasal dari beberapa studi yang membandingkan tingkat kematian karena terinfeksi varian baru yang disebut B.1.1.7 dengan kematian karena varian lainnya.
Dalam penelitian yang dilakukan School of Hygiene & Tropical Medicine London menemukan sebanyak 2.583 kematian dari 1,2 juta orang yang positif Covid-19, terdapat 30 persen orang yang terinfeksi corona varian baru lebih berisiko meninggal dalam waktu 28 hari, lebih cepat dibanding mereka yang terinfeksi varian lain.
Baca Juga: Bio Farma: 4 Juta Dosis Vaksin Covid-19 Siap Didistribusikan Pada Februari
Kepala Penasihat Ilmiah Inggris, Patrick Kelambu dalam konferensi pers mengatakan dari 10 dari 1.000 orang lansia di atas 60 tahun yang terinfeksi varian sebelumnya berisiko meninggal dunia. Namun saat para lansia terinfeksi varian baru jumlah kematian bertambah menjadi 13 dari 1.000 orang.
Meski begitu, penelitian-penelitian ini belum bisa mewakili total keseluruhan populasi. Pasalnya saat peneliti melihat mereka yang dirawat di rumah sakit, tidak ditemukan peningkatan risiko kematian karena varian baru.
Namun satu yang pasti adalah vaksin Covid-19 yang sudah berhasil ditemukan tetap bekerja dan efektif menangkal varian corona lama, maupun varian baru B.1.1.7 yang pertama kali ditemukan di Kent, Inggris pada September 2020 lalu.