Suara.com - Data menunjukkan industri makanan dan minuman melaju lebih cepat dibanding industri lainnya. Staf Ahli Bidang Koneksi Kemenko Perekonomian, Edi Prio pambudi menemukan konsumsi makanan dan minuman mencapai 34 persen dari total konsumsi barang sehari-hari.
"Bisa jadi itu memang dikaitkan dengan 34 persen digunakan konsumsi untuk makanan dan minuman dan itu sudah menjadi gaya hidup," ujar Edi dalam diskusi virtual, Selasa (19/1/2021)
Mirisnya melesatnya industri ini tidak diiringi dengan kualitas makanan dan minuman yang baik untuk kesehatan. Hasilnya karena kualitas makanan dan minuman buruk namunjumlah konsumsinya meningkat sehingga. hal ini membuat prevalensi penyakit di Indonesia mengalami kenaikan.
Hal ini menurut Edi selaras dengan hasil riset Deloit di 2018 yang menemukan terjadinya pergeseran penyakit selama 10 tahun terakhir dari diabetes dan tuberkulosis (TB), menjadi penyakit diabetes dan hipertensi yang meningkat.
Baca Juga: Studi: Peregangan Lebih Efektif Turunkan Tekanan Darah daripada Jalan Kaki
Fakta ini cukup mengkhawatirkan, kata Edi bisa memicu dampak berbahaya yakni rusaknya kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Jumlah SDM boleh saja banyak, namun kebanyakan mengalami sakit diabetes dan hipertensi.
"Kualitas makanan dan minuman itu juga perlu diperhatikan. Jangan sampai dia hanya mendorong konsumsi, pertumbuhan ekonomi, dan industri makanan dan minuman tapi ternyata rentan terhadap penyakit," jelas Edi.
Lebih lanjut data selama pandemi Covid-19 juga menemukan, mereka yang meninggal karena terinfeksi virus lantaran memiliki riwayat hipertensi dan diabetes, yang semakin memperparah gejala Covid-19.
"Jadi kita harus melihat makanan dan minuman, katakanlah itu sudah menjadi pola hidup ketergantungannya cukup tinggi tapi harus diiringi dengan perubahan kualitas makanan dan minuman," pungkasnya.
Baca Juga: Studi: Diet Ketat Rendah Karbohidrat Turunkan Risiko Gejala Diabetes Tipe 2