Suara.com - Insiden ini terjadi saat kasus bom bunuh diri Salman Abedi di Manchester Arena pada 22 Mei 2017 silam. Sebanyak 22 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka.
Salah seorang korbannya adalah Saffie-Rose Roussos, yang saat itu berusia 8 tahun.
Bocah kecil ini adalah korban termuda dan disebutkan bahwa ia kemungkinan dapat selamat apabila segera menerima pertolongan pertama.
Selama tiga tahun terakhir, orang tua Saffie mengira putrinya itu tewas seketika saat ledakan. Sekarang, laporan baru mengungkapkan bahwa putri mereka sempat bertahan hingga satu jam.
Baca Juga: Dua Terduga Teroris Makassar Berencana Lakukan Bom Bunuh Diri
Bocah tersebut meninggal akibat perdarahan dan tidak ada orang yang mencoba untuk mengatasinya.
Orang tua Saffie juga mendapat laporan bahwa sang gadis kecil sempat bertanya kepada paramedis, 'Apakah saya akan mati?', saat dalam perjalanan ke rumah sakit.
"Dia bisa saja diselamatkan. Bagaimana kita terus hidup dengan informasi ini? Bagaimana kita bisa terus bernapas dengan informasi ini?," ujar sang ayah, Andrew Roussos, dilansir dari Daily Star.
Dalam laporan tertulis paramedis tidak memasang torniket atau bidai pada luka Saffie untuk mengurangi perdarahan karena mereka tidak membawa cukup alat yang diperlukan. Ini juga terjadi ketika gadis kecil ini sampai di rumah sakit.
"Orang-orang yang terlatih secara medis bersamanya. Dan dia (Saffie) meminta bantuan. Dia tahu apa yang terjadi. Dan dia tewas kehabisan darah," imbuh sang ayah.
Baca Juga: Terjadi Dua Bom Bunuh Diri dalam Sehari, Puluhan Tentara Afghanistan Tewas
Saffie dinyatakan meninggal di rumah sakit pada pukul 11.40 malam waktu setempat, lebih dari satu jam setelah serangan bom.
Laporan mengatakan pendarahan yang tak terkendali mengakibatkan jantung Saffie tidak bisa berdetak dan tidak dapat diselamatkan.