Suara.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menerbitkan izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) vaksin Covid-19 buatan Sinovac.
Hal itu dilakukan seiring diumumkan hasil studi efikasi atau khasiat vaksin Covid-19 sebesar 65,3 persen.
Banyak yang menyoroti efikasi hasil uji klinis fase 3 akhir di Bandung, Jawa Barat tersebut yang dianggap lebih rendah dibanding hasil uji klinis di Turki dan Brasil.
Pertanyaannya kini, apakah vaksin Covid-19 pabrikan China tersebut akan tetap memberikan perlindungan?
Guru Besar Guru Besar Fakultas Farmasi Uiniversitas Gadjah Mada (UGM), Prof DR Zullies Ikawati, Apt memastikan vaksin Covid-19 Sinovac telah memenuhi ambang batas minimal efikasi dari organisasi kesehatan dunia WHO yaitu sebesar 50 persen.
Kata Zullies, efikasi 65,3 persen pada vaksin Sinovac akan sangat berarti untuk mengurangi keparahan sakit Covid-19.
"Penurunan kejadian infeksi sebesar 65 persenan secara populasi tentu akan sangat bermakna dan memiliki dampak ikutan yang panjang," ujar Prof. Zullies dalam keterangan tertulis yang diterima Suara.com, Selasa (12/1/2021).
Ia lantas mengumpamakan apabila dari 100 juta penduduk Indonesia ada 8,6 juta yang terinfeksi Covid-19, maka dengan tindakan vaksinasi Covid-19 jumlah orang yang terinfeksi bisa berkurang hingga 5,6 juta orang.
Adapun perhitungnnya (0.086 – 0.03)/0.086 x 100% = 65%. Kesimpulannya ada 5,6 juta orang yang seharusnya tertular Covid-19 bisa dicegah.
Baca Juga: Bahan Baku Vaksin Sinovac Telah Tiba di Bandara Soekarno-Hatta
"Mencegah 5 jutaan kejadian infeksi tentu sudah sangat bermakna dalam penyediaan fasilitas perawatan kesehatan," ujar Prof. Zullies.