Suara.com - Media sosial ramai dengan tagar #TolakDivaksinSinovac. Dalam penelusuran Suara.com, banyak warganet yang menolak vaksin tersebut karena menilai tingkat efikasinya yang rendah.
"Vaksin Sinovac sangat rendah efektivitasnya yg cuma 65,3 persen dalam mencegah Covid19 dibanding merk lain yg bisa 90-95 persen. Inilah alasan knp masyarakat ada yg #TolakDivaksinSinovac," demikian tulis akun @demokrasiambyar.
Bahkan twit tersebut juga menjadi viral dengan mendapat lebih dari seribu like dan juga diretweet sebanyak 431 kali saat berita ini dituliskan.
Menanggapi hal tersebut, Jubir Vaksin Covid-19 dari Kementerian Kesehatan Indonesia, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan bahwa pihaknya akan tetap konsisten melakukan edukasi. Demikian kata Nadia saat dihubungi Suara.com, Selasa, (12/1/2021).
Baca Juga: Posting 'Masyarakat Tolak Vaksin dan Siap Perang', Pria Ini Ditangkap
Nadia juga mengatakan bahwa pihak pemerintah akan menggandeng Key Opinion Leader (Key Opinion Leader) atau para ahli melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi. Adapun KOl yang dimaksud antara lain, Ketua organisasi profesi, ormas atau Ketua Itagi.
Meski demikian, Nadia mengatakan bahwa mereka yang menolak vaksin sampai saat ini tidak akan dikenakan sanksi pidana.
"Sampai saaat ini kita tetap persuasif dan mengutamakan edukasi. Tapi kalu menyebarluaskan info yang tidak benar melalui medsos tentunya akan terkait Undang-undang ITE.
Sebelumnya, Kepala BPOM Penny K. Lukito, Senin (11/1/2021) kemarin, hasil analisis uji klinis terhadap efikasi di Bandung menunjukkan angka sebesar 65,3 persen.
"Dan berdasarkan laporan dari efikasi vaksin di Turki adalah sebesar 91,25 persen serta di Brasil sebesar 78 persen," kata Kepala BPOM Penny K. Lukito melanjutkan.
Baca Juga: 3 Daerah di Kalbar Akan Terima Vaksin Covid-19 Tahap Pertama
Meski efikasi dari Indonesia cenderung lebih rendah dibanding uji klinis negara lain untuk mendapat izin darurat atau Emergency Use Authorization (EUA), namun angka tersebut dianggap telah memenuhi ambang batas minimal efikasi dari organisasi kesehatan dunia WHO yaitu sebesar 50 persen.