Suara.com - Vaksin disebut menjadi salah satu strategi efektif mencegah penularan Covid-19 dengan pembentukan antibodi dalam tubuh. Meski begitu, penerima vaksin perlu mengetahui bahwa antibodi tidak langsung terbentuk begitu vaksin disuntikan.
"Secara teori harus di booster, 3 minggu, 4 minggu. Ya mungkin sebulan setelah itu baru terbentuk," jelas dokter spesialis penyakit dalam prof. dr. Ari Fahrial Syam. Sp. PD., saat dihubungi suara.com beberapa waktu lalu.
Masa pembentukan antibodi Covid-19 dalam tubuh juga bisa berbeda-beda setiap merek vaksin, lanjut Prof Ari. Hal itu bergantung dari riset yang dilakukan pengembang vaksin juga terhadap imunitas orang yang divaksinasi.
Karena itulah orang yang divaksinasi harus dalam kondisi sehat. Ari mengatakan, imunitas yang terganggu saat mendapatkan vaksinasi dampaknya bisa mempengaruhi efektivitas kerja vaksin dalam menangkal virus.
Baca Juga: Minggu Depan Vatikan Vaksinasi Covid-19, Paus Fransiskus Wajibkan Warganya
"Betul (efektifitas vaksin tiap orang berbeda sekalipun jenis vaksin sama). Artinya, teorinya dulu secara umum efektifitasnya dinyatakan di atas 90 persen. Tapi kalau kebetulan kita termasuk yang 90 persen, kita kebal. Tapi kalau kena yang 5 persen (imunitas sedang buruk), kita gak kebal jadinya," terang guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.
Ia mencontohkan, pasien autoimun termasuk kelompok orang yang tidak diizinkan mendapat vaksin. Kondisi itu lantaran, penyakit autoimun sendiri telah membuat sistem imunitas seseorang terganggu. Sehingga vaksin yang disuntikan akan sia-sia.
"Percuma gak terbentuk antibodinya," kata Ari.
"Prinsipnya kita jaga fisik sehat saja kalau mau divaksin. Kalau lagi sakit akut, kita gak boleh disuntik. Alergi juga gak masalah (divaksin), kecuali kalau alergi obat itu harus disampaikan," pungkasnya.
Baca Juga: Catat! Orang Dengan Kondisi Kesehatan Ini Tidak Bisa Dapat Vaksin Covid-19