Suara.com - Di tengah persoalan vaksin virus coroma Covid-19, para ahli medis menemukan kemungkinan infeksi ulang virus corona yang lebih baru.
Sejauh ini, hanya ada beberapa ratus kasus virus corona di seluruh dunia yang telah diidentifikasi. Tetapi menurut pendapat ahli, ada cukup bukti untuk menunjukkan bahwa infeksi ulang adalah ancaman yang sangat nyata.
Ada banyak kerentanan yang bisa disebabkan oleh paparan ringan terhadap virus corona, seperti kekebalan yang rendah, respons antibodi, peningkatan kerentanan terhadap infeksi kronis dan sindrom pasca Covid-19. Selain itu, mereka yang memiliki komorbiditas juga membawa bahaya tertinggi.
Sedangkan dilansir dari Times of India, penemuan mutasi yang lebih baru dan jauh lebih menular hanya menambah kekhawatiran.
Baca Juga: Vaksin Pfizer, Moderna dan Oxford, Manakah yang Paling Efektif?
Kini, penelitian yang lebih baru telah menunjukkan bahwa orang yang sudah memiliki beberapa riwayat penyakit mungkin tidak bisa lama terlindungi dari virus corona.
Penyebab terjadinya infeksi ulang
Meskipun hanya ada sedikit bukti klinis, banyak ahli percaya bahwa infeksi ulang virus corona bisa memberikan arti yang berbeda.
Infeksi ulang karena jejak viral load yang tersisa di dalam tubuh, serangan infeksi yang lebih ringan atau tubuh tidak membangun cukup antibodi.
Seseorang bisa memperoleh antibodi setelah infeksi, yang membantu tubuh meningkatkan respons pertahanan terhadap penyakit.
Baca Juga: Varian Baru Virus Corona, Para Ilmuwan Berhasil Temukan Penyebabnya!
Namun, sulit untuk memastikan lamanya antibodi bertahan dan melindungi tubuh karena sifat pandemi virus corona yang tidak bisa diprediksi.
Ada keyakinan bahwa antibodi bisa bertahan selama 3-6 bulan setelah infeksi dan pemulihan. Tapi, mungkin ada orang yang memiliki antibodi bertahan lama dalam beberapa kasus, meskipun nanti akan mulai memudar setelah beberapa saat.
Berdasarkan bukti yang sekarang, antibodi juga bisa berkurang atau tetap konsisten tergantung pada jenis keparahan infeksi dan penyakit yang sudah ada sebelumnya.
Sebuah studi yang dilakukan oleh PGI, Chandigarh menemukan bahwa penderita diabetes memiliki risiko lebih tinggi terinfeksi virus coroma lebih dari satu kali.
Para peneliti menemukan bahwa mereka yang menderita diabetes tipe 2 atau pasien diabetes yang terinfeksi virus dalam kondisi ringan tidak memiliki antibodi yang cukup setelah terinfeksi. Sehingga mereka berisiko terinfeksi ulang.
Demikian pula, mereka yang memiliki gangguan kekebalan mungkin juga memiliki respons antibodi yang terganggu sehingga berisiko terinfeksi kembali.
Dalam beberapa kasus, orang mungkin tidak mengembangkan antibodi sama sekali. Analisis kasus yang dilakukan antara April dan Juli 2020 menemukan bahwa pasien diabetes memiliki risiko efek samping lebih tinggi, seperti infeksi ulang daripada mereka yang tidak menderita diabetes.
Dr Pradeep Rangappa, Konsultan Senior Perawatan Kritis, Rumah Sakit Rujukan Columbia Asia Yeshwanthpur juga mengatakan bahwa infeksi ulang pada semua virus ini biasa terjadi dan dapat terjadi dalam setahun.
Dia juga menambahkan bahwa pasien yang mengalami infeksi virus corona tanpa gejala adalah orang yang paling berisiko terinfeksi ulang.