Suara.com - Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan global, terutama di negara berkembang. Pada anak, demam tifoid bisa disertai komplikasi bahkan bisa menyebabkan kematian.
Data Strategic Advisory Group of Experts di Afrika, Asia, dan Amerika mencatat di antara kasus demam tifoid pada anak usia 0-5 tahun, hampir 30 persen di antaranya anak usia kurang dari 2 tahun.
Bahkan juga ditemukan 2,9 persen pada bayi usia kurang dari 6 bulan. Kata dokter spesialis anak dr. Bernie Endyarni Medise, SpA(K), MPH, negara Asia seperti India dan Pakistan memiliki insiden kasus tifoid yang tinggi hingga lebih dari 100 per 100.000 kasus setiap tahun.
Ia melanjutkan, Indonesia termasuk negara yang memiliki kasus demam tifoid pada anak yang tinggi dengan insiden pada anak usia 2 sampai 4 tahun mencapai 148,7 per 100.000 dan anak usia 5 hingga 15 tahun sebanyak 180,3 per 100.000 setiap tahun.
Baca Juga: Peneliti FKUI: Vaksin Vi-DT Lindungi Bayi & Anak dari Demam Tifoid
Menurutnya, virus Salmonella Typhi menjadi penyebab 60–80 persen kasus tifoid pada manusia. Ia juga menyinggung mengenai kebersihan sanitasi lingkungan rumah.
"Kasus demam tifoid berhubungan dengan pola hidup dan sanitasi di rumah. Memperkuat pentingnya tindakan pencegahan dengan pendekatan pola hidup bersih dan sehat, penyediaan air bersih, dan jamban," ujarnya.
Namun diakui Bernie, tindakan pencegahan itu masih jadi kendala dilakukan bagi negara berkembang. Karenanya, pemberian vaksin tifoid pada anak sangat penting dalam upaya pencegahan demam tifoid, termasuk juga pada anak usia kurang dari 24 bulan.
"Demam tifoid pada usia kurang dari 24 bulan sering menyebabkan kematian dan resistensi obat ganda," tutup Bernie saat siaran ujian promosi doktor yang disiarkan virtual Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Kamis (7/1/2021).