Suara.com - Kabar seorang yang mengalami alergi setelah disuntik vaksin Covid-19 kembali dilaporkan. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat pada Rabu (6/1) mengatakan sedang mengawasi secara saksama reaksi alergi terhadap vaksin COVID-19 buatan Pfizer dan Moderna.
Dilansir dari ANTARA, CDC mendesak mereka yang mengalami reaksi serius untuk tidak menerima dosis kedua.
Meski demikian, badan kesehatan publik AS itu mengatakan reaksi alergi terjadi pada tingkat 11,1 per 1 juta vaksinasi.
Artinya dibandingkan dengan vaksin flu, reaksi seperti itu terjadi pada tingkat 1,3 per 1 juta vaksin.
Baca Juga: RS Jateng Penuh, Ganjar Usul Datangkan Nakes dari Luar Pulau Jawa
Hingga kini, reaksi parah masih "sangat jarang". Mereka juga kembal menekankan perlunya masyarakat divaksinasi ketika vaksin telah tersedia untuk mereka.
Terlebih mengingat ancaman kematian dan penyakit serius akibat virus corona yang telah merenggut lebih dari 357.000 nyawa di Amerika Serikat saja.
CDC mengaku sedang memantau kejadian reaksi alergi secara saksama dan berencana mengunggah informasi terkini melalui situs miliknya.
Badan itu juga mendesak agar tempat-tempat distribusi vaksin dipersiapkan tidak hanya untuk mengenali reaksi alergi serius, yang dikenal sebagai anfilaksis, tetapi juga dilatih tentang bagaimana merawatnya dan mengenali ketika seseorang perlu dirujuk ke rumah sakit untuk perawatan ekstra.
Pejabat CDC menyebutkan 28 orang yang menerima vaksin Pfizer dan BioNTech mengalami reaksi alergi parah. Mereka juga mencatat satu kasus anfilaksis, yang dapat menyebabkan bengkak pada tenggorokan dan kesulitan bernapas setelah seseorang menerima vaksin buatan Moderna.
Baca Juga: Vicky Prasetyo Positif Covid-19, Sidang Pencemaran Nama Baik Ditunda
Pejabat sebagian besar mengaitkan perbedaan itu dengan fakta bahwa vaksin Pfizer/BioNTech disetujui lebih awal dibanding vaksin Moderna. Menurutnya, tindakan pencegahan berlaku bagi keduanya.