Jokowi Ingin Vaksinasi Covid-19 Selesai Kurang dari 1 Tahun, Realistiskah?

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Rabu, 06 Januari 2021 | 14:13 WIB
Jokowi Ingin Vaksinasi Covid-19 Selesai Kurang dari 1 Tahun, Realistiskah?
Ilustrasi vaksin Covid-19. (Elements Envato)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Presiden Joko Widodo menyebut bahwa ia ingin program vaksinasi Covid-19 di Indonesia bisa selesai kurang dari satu tahun. Target itu jauh lebih cepat dari yang disampaikan Menteri Kesehatan Budi Gunawan yang sebelumnya menyebut bahwa vaksinasi Covid-19 di Indonesia butuh 15 bulan.

"Kalau di seluruh dunia, perkiraan vaksinasi akan selesai 3,5 tahun. Tapi di negara kita Insya allah kemarin mendapatkan informasi dari Pak menteri 15 bulan, masih saya tawar kurang dari setahun harus selesai,"  kata Penyerahan Sertifikat Tanah Untuk Rakyat Se-Indonesia, Istana Negara, Selasa (5/1/2021).

Presiden Jokowi boleh saja punya punya target. Tapi, realistiskah target tersebut? Melalui sambungan telepon, Rabu, (6/1/2020), ahli epidemiologi Griffith University Australia Dicky Budiman menyebut bahwa target yang disampaikan oleh Presiden Jokowi tidak realistis.

Dicky menyampaikan bahwa untuk mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity tidak semudah hanya memvaksinasi lebih dari 70 persen total populasi. Ia menyampaikan bahwa dalam mencapai herd immunity paling tidak ada tiga hal yang dibutuhkan dan saling mempengaruhi.

Baca Juga: Presiden Jokowi: Jangan Ada yang Menghambat Investasi

Ilustrasi vaksin Covid-19. (Elements Envato)
Ilustrasi vaksin Covid-19. (Elements Envato)

Vaksin yang memiliki Efikasi Optimal

Dicky memaparkan bahwa hal pertama yang menjadi pertimbangan ialah adanya vaksin yang aman dan memiliki efikasi (kemampuan vaksin memberikan manfaat pada individu) yang optimal.

"Jadi ada yang disebut efikasi proteksi, artinya orang yang sudah diberi vaksin itu berapa persen terproteksi dari Covid-19, ini yang sering hasil dari riset vaksin ini yang cepat ketahuan, ada yang 94 persen seperti Pfizer atau Oxford, ada yang 80 persen," kata Dicy.

Selanjutnya, Dicyky juga menjelaskan bahwa ada juga yang disebut dengan efikasi progresi.

"Bahwa ketika orang tersebut diberikan vaksin dia bisa saja terinfeksi ternyata, tapi tidak sakit parah, hanya kalau engga sakit ringan atau tidak bergejala, ini berapa persentasenya," ujar Dicky.

Baca Juga: Diminta Presiden untuk Divaksin Pertama, Ganjar: Siap!

Kemudian, ada juga yang disebut dengan efikasi untuk mencegah transmisi. Dicky menegaskan bahwa efikasi ini yang paling penting dalam hal mengendalikan pandemi seperti Covid-19.

"Kalau dalam satu vaksin hanya tidak membuat orang itu sakit parah tapi dia tidak mencegah orang itu menularkan ke orang lain, tidak ada herd immunity. Mau berapa tahun dikasih vaksin juga tidak akan tercapai," kata Dicky.

Karena rumus untuk membuat herd immunity ialah untuk mencegah penularan. Bukan hanya membuat seorang yang terinfeksi menjadi asimptomatis.

"Dari situ saja jangankan Sinovac, Pfizer dan moderna belum bisa ada yang mengeluarkan data  berapa persen yang mencegah transmisi," kata Dicky.

Ia menegaskan bahwa dari tiga kandidat vaksin yang paling terdepan seperti Moderna, Pfizer dan Oxford sendiri masih belum ada yang bisa merilis data tentang efikasi untuk mencegah transmisi.

"Apalagi sinovac yang datanya masih proses, padahal ini yang akan menentukan. itu dari satu saja tidak mudah mencapai herd immunity. Ada engga kalau engga ada engga akan terjadi.

Angka Reproduksi

Faktor kedua yang juga berpengaruh ialah angka reproduksi. Dicky menjelaskan bahwa  Angka reproduksi adalah suatu cara dalam memberi peringkat pada kemampuan penyebaran sebuah penyakit.  

Ilustrasi Virus Corona (Unsplash/CDC)
Ilustrasi Virus Corona (Unsplash/CDC)

Menurutnya, cara untuk menekan angka reproduksi adalah dengan melaksanakan 5M  (Memakai Masker, Menjaga Jarak, Mencuci Tangan, Membatasi mobilitas dan menjauhi kerumunan atau keramaian), dan 3T (testing, tracing, dan treatment). 

"Di sini saja kita harus berhitung dengan sangat cermat, jangan samapi memaksakan program vaksinasi, meskipun efikasinya di 90 persen,  itupun efikasi yang mana, karena ketika itu dikombinasikan ini belum bicara aspek ketiga ya, itu gagal di vaksinasi Ebola, saat angka reproduksinya 4, padahal efikasi dan efektivitasnya 90 persenan. Karena terlalu tinggi angka reproduksinya," 

Angka Cakupan Vaksinasi

Poin ketiga yang juga harus dijadikan pertimbangan ialah angka cakupan vaksinasi. Artinya ialah jumlah penduduk yang mau untuk menerima vaksin ini. Dicky mengatakan, bahwa secara ideal untuk mencapai keberhasilan herd immunity angka cakupan vaksinasi harus lebih dari 90 persen. 

Menurutnya, saat ini di masyarakat sendiri masih cukup banyak masyarakat yang ragu untuk menerima vaksinasi Covid-19. Terlebih, lanjut Dicky, pemerintah seringkali hanya menampilkan, data bahwa banyak yang ingin menerima vaksin. 

"Tapi data lain seperti dari Danareksa, atau LawanCovid-19 ternyata hanya menunjukkan cuma 50 persen," kata Dicky.

Menurutnya, jika pemerintah tidak menyampaikan data yang sebenarnya, hal itu bisa memperkecil peluang keberhasilan. Karena kenyataan di lapangan berbicara sebaliknya. 

"Jangankan di populasi umum, di tenaga kesehatan saja masih ada pro dan kontranya," kata dia.

Dicky menjelaskan, bahwa dalam masalah cakupan ada isu kepercayaan, dan strategi komunikasi risiko pemerintah. Sayangnya, menurut Dicky keduanya masih sangat minim. 

Realistiskah vaksinasi selesai satu tahun?

"Bagaimana kemudian setelah paham tiga komponen itu, jangankan satu tahun, tiga tahun juga belum tentu," kata Dicky. 

Menurutnya ada tiga hal yang menjadi tantangan, yakni masih belum adanya hasil efikasi dari lembaga terkait, angka reproduksi penyakit yang masih tinggi, dan juga masih rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap vaksin. 

Padahal, tiga aspek di atas masih belum memasukkan hitungan mengenai jumlah sumber daya yang akan melakukan vaksinasi, distribusi vaksin, dan juga jumlah ketersediaan vaksin. 

Jadi berapa lama target paling realistis untuk melakukan vaksinasi di Indonesia?

"Tiga sampai empat tahun itu dalam kondisi realistis dengan catatan semua itu terpenuhi. Itupun tidak 1 tahun, tapi  tiga sampai empat itu asumsi itu semua tadi ada, dan ini sangat realistis, dan tidak ada strain baru, karena itu akan beda lagi," kata dia. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI