Angka Kelahiran Rendah, Pemerintah Korea Selatan Beri Bantuan 25,6 Juta

Senin, 04 Januari 2021 | 20:03 WIB
Angka Kelahiran Rendah, Pemerintah Korea Selatan Beri Bantuan 25,6 Juta
Ilustrasi kelahiran seorang bayi. [Shutterstock/Gosphotodesign]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Untuk pertama kalinya Korea Selatan mencatat jumlah kematian yang lebih banyak dibanding angka kelahiran, pada 2020.

Kondisi ini seolah menyalakan 'alarm' bagi negara tersebut mengingat negara yang dipimpin Moon Jae In tersebut memiliki tingkat kelahiran terendah di dunia.

Berdasarkan catatan, hanya ada 275.800 bayi lahir pada 2020, turun 10% dari 2019. Sedangkan jumlah kematian mencapai 307.764.

Angka tersebut mendorong kementerian dalam negeri untuk menyerukan 'perubahan mendasar' pada kebijakannya.

Baca Juga: 1.000 Kasus Covid-19 dalam Sehari, Korea Selatan Batasi Pertemuan Pribadi

Populasi yang menurun ini memberi tekanan yang sangat besar pada negara.

Ilustrasi melahirkan.[Pexels/Rene Asmussen]
Ilustrasi melahirkan.[Pexels/Rene Asmussen]

Selain tekanan yang meningkat pada pengeluaran publik karena permintaan untuk sistem perawatan kesehatan dan pensiun tinggi, penurunan populasi kaum muda juga menyebabkan kekurangan tenaga kerja yang berdampak langsung pada perekonomian.

Oleh karenanya, sang presiden meluncurkan beberapa kebijakan yang ditujukan untuk mengatasi tingkat kelahiran rendah, termasuk intsentif tunai bagi keluarga.

Berdasarkan skema tersebut, dilansir BBC, mulai 2022 setiap anak yang lahir akan menerima bonus tunai sebesar dua juta won (Rp25,6 juta) untuk membantu biaya persalinan, serta bantuan sebesar 300 ribu won (Rp3,8 juta) per bulan hingga usia bayi mencapai satu tahun.

Uang insentif tersebut akan meningkat hingga 500 ribu won (Rp6,4 juta) mulai 2025 mendatang.

Baca Juga: Pandemi 2020, Ekspor Mobil Listrik Murni dan Hidrogen Korea Selatan Tumbuh

Salah satu penyebab penurunan angka kelahirkan ini adalah karena wanita berjuang agar dapat hidup seimbang antara pekerjaan serta tuntutan hidup lainnya.

Harga properti atau real estat yang melonjak merupakan masalah besar lainnya, yang berdampak pada keputusasaan pada pasangan muda.

"Untuk memiliki anak, Anda harus memiliki rumah sendiri, Tapi ini hanya menjadi mimpi yang mustahil di Korea," kata Hyun-yu Kim, seorang wanita dan merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Selain itu, Kim juga tidak yakin dengan uang bantuan yang ditawarkan pemerintah.

"Membesarkan anak itu mahal. Pemerintah yang memberikan tambahan beberapa ratus ribu won tidak akan menyelesaikan masalah kita," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI