Sering Dianggap Sebagai Demensia, Apa Itu Delirium?

Vania Rossa Suara.Com
Sabtu, 02 Januari 2021 | 14:24 WIB
Sering Dianggap Sebagai Demensia, Apa Itu Delirium?
Ilustrasi delirium, demensia. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Beberapa waktu lalu, delirium ditemukan sebagai salah satu gejala baru pada pasien Covid-19, terutama pada pasien lanjut usia. Hal ini ditandai dengan kondisi perubahan kesadaran yang onset-nya akut dan terjadi secara mendadak. Namun di luar kasus Covid-19, delirium juga bisa dialami oleh siapa saja. Dilansir dari Mayo Clinic, delirium seringkali dianggap sebagai demensia karena memiliki gejala yang serupa. Itu sebabnya, penting bagi anggota keluarga untuk mengenal lebih jauh apa itu delirium, mulai dari gejala, penyebab, dan perbedaannya dengan demensia.

Gejala
Gejala delirium biasanya dimulai dalam beberapa jam atau beberapa hari. Gejalanya sering berfluktuasi sepanjang hari, dan mungkin ada periode tanpa gejala. Gejala cenderung menjadi lebih buruk pada malam hari saat gelap, ketika segala sesuatunya tampak kurang familiar. Tanda dan gejala utama delirium di antaranya:

1. Kurangnya kesadaran terhadap lingkungan sekitar
Pasien mungkin akan menunjukkan tanda-tanda:

  • Ketidakmampuan untuk tetap fokus pada suatu topik atau untuk beralih topik.
  • Tidak menanggapi pertanyaan atau percakapan.
  • Mudah teralihkan oleh hal-hal yang tidak penting.
  • Menjadi penyendiri, dengan sedikit atau tanpa aktivitas, atau sedikit respons terhadap lingkungan.

2. Gangguan kognitif
Tanda-tanda yang muncul adalah sebagai berikut:

Baca Juga: Awas, Tekanan Darah Tinggi di Usia 40 Tahun Tingkatkan Risiko Demensia

  • Memori yang buruk, terutama tentang kejadian baru-baru ini.
  • Disorientasi - misalnya, tidak tahu di mana ia berada atau tak mengenal orang di depannya.
  • Kesulitan berbicara atau mengingat kata-kata.
  • Omongannya bertele-tele atau tidak masuk akal.
  • Kesulitan memahami ucapan.
  • Kesulitan membaca atau menulis.

3. Perubahan perilaku
Anda bisa melihatnya menunjukkan perilaku seperti:

  • Melihat hal-hal yang tidak ada (halusinasi).
  • Kegelisahan, agitasi atau perilaku agresif.
  • Memanggil, mengerang, atau membuat suara-suara.
  • Menjadi pendiam dan menarik diri - terutama pada orang dewasa yang lebih tua.
  • Gerakan melambat atau lesu.
  • Kebiasaan tidur yang terganggu.
  • Pembalikan siklus tidur-bangun di malam hari

4. Gangguan emosional
Pasien bisa menunjukkan tanda-tanda seperti:

  • Kecemasan, ketakutan atau paranoia.
  • Depresi.
  • Lekas marah atau marah.
  • Perasaan gembira (euforia).
  • Apati.
  • Pergeseran suasana hati yang cepat dan tidak terduga.
  • Kepribadian berubah.

Penyebab
Delirium terjadi ketika pengiriman dan penerimaan sinyal normal di otak menjadi terganggu. Gangguan ini kemungkinan besar disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor yang membuat otak rentan dan memicu terjadinya malfungsi pada aktivitas otak.

Delirium mungkin disebabkan oleh satu atau lebih faktor, seperti kombinasi dari kondisi medis dan toksisitas obat. Terkadang tidak ada penyebab yang dapat diidentifikasi. Kemungkinan penyebabnya meliputi:

  • Obat tertentu atau toksisitas obat
  • Keracunan/kecanduan alkohol atau obat
  • Kondisi medis, seperti stroke, serangan jantung, penyakit paru-paru atau hati yang memburuk, atau cedera akibat jatuh
  • Ketidakseimbangan metabolik, seperti natrium rendah atau kalsium rendah
  • Penyakit parah, kronis, atau terminal
  • Demam dan infeksi akut, terutama pada anak-anak
  • Infeksi saluran kemih, pneumonia atau flu, terutama pada orang dewasa yang lebih tua
  • Paparan toksin, seperti karbon monoksida, sianida, atau racun lainnya
  • Malnutrisi atau dehidrasi
  • Kurang tidur atau tekanan emosional yang parah
  • Rasa sakit
  • Pembedahan atau prosedur medis lain yang mencakup anestesi

Perbedaan Delirium dan Demensia
Demensia dan delirium mungkin sangat sulit dibedakan, dan seseorang mungkin mengalami keduanya. Delirium memang sering terjadi pada penderita demensia. Tetapi mengalami episode delirium tidak selalu berarti seseorang menderita demensia. Jadi penilaian demensia sebaiknya tidak dilakukan selama episode delirium karena hasilnya bisa menyesatkan.

Baca Juga: Mantan Pasien Covid-19 Bisa Alami Penyakit Mental, Ahli Paparkan Alasannya

Demensia adalah penurunan daya ingat dan kemampuan berpikir lainnya secara progresif akibat disfungsi bertahap dan hilangnya sel-sel otak. Penyebab paling umum dari demensia adalah penyakit Alzheimer.

Beberapa perbedaan antara gejala delirium dan demensia antara lain:

  1. Serangan. Timbulnya delirium terjadi dalam waktu singkat, sedangkan demensia biasanya dimulai dengan gejala yang relatif kecil yang secara bertahap memburuk seiring waktu.
  2. Perhatian. Kemampuan pasien delirium untuk tetap fokus atau mempertahankan perhatian secara signifikan akan terganggu. Sedangkan pada seseorang di tahap awal demensia umumnya akan tetap waspada.
  3. Fluktuasi. Munculnya gejala delirium dapat berfluktuasi secara signifikan dan sering sepanjang hari. Sementara orang dengan demensia mengalami waktu yang lebih baik dan lebih buruk dalam sehari, ingatan dan keterampilan berpikir mereka tetap pada tingkat yang cukup konstan sepanjang hari. (Fajar Ramadhan)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI