Suara.com - Prancis mewaspadai peningkatan kasus Covid-19 selama libur Natal dan Tahun Baru.
Dilansir ANTARA, Murid-murid di Prancis akan diizinkan tidak bersekolah dan tetap berada di rumah pada Kamis dan Jumat jika keluarga mereka ingin melakukan isolasi mandiri menjelang Natal, kata Perdana Menteri Jean Castex.
Dewan medis Covid-19 pemerintah pada Senin mengatakan bahwa keluarga yang berencana menerima kedatangan orang-orang yang rentan terhadap Covid-19, seperti kerabat lansia, harus menjalani karantina selama sepekan sebelumnya apabila memungkinkan.
Pihak sekolah seharusnya tidak menghukum siswa yang tidak masuk dalam dua hari terakhir semester pertama, kata dewan tersebut.
Baca Juga: Wow! Klaster Covid-19 dari Ponpes dan Sekolah Meledak di Salatiga
Saat ditanya apakah dirinya mendukung imbauan tersebut, Castex mengatakan tentu saja.
Pemerintah di seluruh Eropa sedang bergulat agar dapat menahan gelombang Covid-19 kedua yang kuat sama seperti keluarga yang ingin sekali berkumpul selama perayaan Natal.
Prancis menunda membuka teater, museum serta bioskop dan kembali memberlakukan jam malam mulai Selasa.
Sementara Belanda akan menerapkan penguncian (lockdown) lanjutan yang ketat dan Jerman akan menutup pertokoan non-esensial mulai Rabu.
Indonesia telah mengeluarkan surat keputusan bersama terkait Panduan Penyelenggara Pembelajaran Semester genap 2021.
Baca Juga: Ngamuk ke Pembuat Soal Anies-Mega, Ketua DPRD: Mau Doktrin Anak Provokasi?
Berdasarkan surat yang ditandatangani Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri, disebutkan sekolah tatap muka boleh dilakukan per Januari 2021.
Meski demikian, Pemerintah Daerah tetap akan diberi kewenangan untuk menentukan sekolah yang diizinkan belajar tatap muka.
Namun di sini, bukan sekadar keputusan Pemda dan pihak sekolah, orangtua juga memiliki hak untuk menentukan apakah anaknya diizinkan keluar rumah untuk sekolah tatap muka. Karena seperti dikatakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, keputusan tetap ada di tangan orangtua murid.
"Kalau komite sekolah sudah bilang boleh tapi ada satu orangtua bilang gak nyaman (anak) pergi ke sekolah, itu diperbolehkan, nggak bisa dipaksa. Jadi semua ujungnya ke orangtua," ujar Nadiem beberapa waktu lalu.