Suara.com - Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Fadli Zon mencuit bahwa dirinya lebih memercayai vaksin Pfizer/BioNTech dibanding Sinovac.
"Secara scientific, saya lebih percaya vaksin Pfizer yang akan diberikan gratis pada warga Singapura ketimbang Sinovac yang masuk Indonesia tapi belum jelas keamanan dan keampuhannya," cuitnya di Twitter, Selasa (15/12/2020).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/9860/2020 tentang penetapan jenis vaksin untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19, ada enam vaksin yang akan digunakan:
1. Vaksin yang diproduksi PT Bio Farma
2. Vaksin produksi AstraZeneca dan Universitas Oxford
3. Vaksin dari China, Sinopharm
4. Vaksin produksi Moderna
5. Vaksin produksi Pfizer dan BioNTech
6. Vaksin produksi Sinovac Biotech Ltd.
Baca Juga: Inggris Uji Coba Vaksin Virus Corona Lewat Hidung, Begini Kelebihannya!
Vaksin Pfizer memang lebih populer lantaran produk mereka sudah digunakan di Inggris pekan lalu. Amerika Serikat pun sudah mendatangkan dosis pertamanya.
Mengacu pada cuitan Fadli Zon, benarkah Pfizer lebih baik dari Sinovac? Apa perbedaan keduanya? Berikut Suara.com rangkum perbedaannya.
1. Metode pembuatan vaksin
Melansir BBC, vaksin CoronaVac produksi perusahaan biofarmasi China, Sinovac, merupakan vaksin yang tidak aktif. Artinya, vaksin ini bekerja menggunakan partikel virus yang telah dimatikan di laboratorium.
Vaksin akan memicu sistem kekebalan tubuh terhadap virus tanpa menimbulkan risiko respons penyakit serius.
Baca Juga: 95 Persen Ampuh, CDC AS Setujui Penggunaan Vaksin Virus Corona Pfizer
Sedangkan vaksin produksi Pfizer/BioNTech menggunakan teknologi yang cukup baru, mRNA. Bagian kode genetik dari virus corona disuntikkan ke dalam tubuh, memicu tubuh untuk memproduksi protein.
"CoronaVac menggunakan metode (vaksin) yang lebih tradisional, yang berhasil digunakan di banyak vaksin terkenal, seperti rabies," kata Associate Professor Luo Dahai dari Nanyang Technological University.
2. Penyimpanan vaksin
Vaksin CoronaVac dari Sinovac dapat disimpan di lemari es standar bersuhu dua hingga 8 derajat Celcius, sama halnya dengan vaksin produksi AstraZeneca/Universitas Oxford.
Berbeda jauh, vaksin milik Pfizer perlu disimpan pada suhu -70 derajat Celcius, sama dengan Moderna yang harus disimpan dalam suhu -20 derajat Celcius.
3. Efektivitas vaksin
Sulit menilai keefektivan dari vaksin Sinovac karena mereka sedang menjalani uji klinis fase tiga. Menurut jurnal ilmiah The Lancet, hingga kini hanya ada informasi tentang uji coba fase pertama dan kedua.
Zhu Fengcai, salah satu penulis makalah mengatakan hasil uji coba yang dilakukan pada 144 peserta dalam uji coba fase pertama dan 600 uji coba fase kedua, vaksin mereka cocok untuk penggunaan darurat, yang artinya dianggap aman.
"Berdasarkan data awal CoronaVac dari Sinovac kemungkinan merupakan vaksin yang efektif, tapi kami perlu menunggu hasil uji coba fase tiga," ujar Luo.
Berdasarkan laporan dalam jurmal New England Journal of Medicine, keampuhan vaksin pada dosis pertama sebesar 52% dan naik menjadi 95% setelah vaksinasi kedua.
Sedangkan vaksin Pfizer/BioNTech sudah memasuki uji klinis tahap akhir dan efektivitasnya diklaim mencapai 90%.
4. Harga vaksin
Sebelumnya, Corporate Secretary PT Bio Farma (Persero) Bambang Heriyanto mengatakan vaksin dari Sinovac dibanderol dengan harga sekitar Rp200 ribu.
Di sisi lain, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memaparkan harga dari vaksin Pfizer adalah USD 20 atau Rp283 ribu.