Suara.com - Di media sosial, ramai warganet mengkritisi tindakan pemerintah Indonesia yang dianggap sekonyong-konyong membeli 1.2 juta kandidat vaksin Covid-19 buatan farmasi China, Sinovac.
Padahal vaksin tersebut belum mendapat izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia atau Badan POM RI.
Ini artinya vaksin Sinovac belum bisa dipastikan aspek mutu, keamanan dan efektivitasnya dalam memberikan perlindungan dari infeksi Covid-19.
Menanggapi hal tersebut, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengaku memahami mengapa pemerintah Indonesia mengambil langkah pre-order atau memesan lebih dulu, karena adanya rasa khawatir Indonesia tidak bisa mendapat akses vaksin.
Baca Juga: Ini Dia Orang yang Menerima Suntikan Pertama Vaksin Covid-19 di AS
"Tapi kami memahami mengapa dilakukan pre-order, semua negara melakukannya, karena ini rebutan. Kalau tidak pre order risikonya kita gak dapat vaksin," ujar Ketua IDI, dr. Daeng M. Faqih di Sekretariat PB IDI, Jakarta Pusat, Senin (14/12/2020) kemarin.
Dokter Daeng mengatakan bila Indonesia tidak mendapat vaksin sesegera mungkin, maka harapan bisa terbebas dari pandemi Covid-19 akan semakin lama.
"Kalau gak dapat vaksin, apa yang mau disuntikkan ke rakyat kita, jadi kami memahami proses itu," ungkapnya.
Jika tidak ada aral melintang, izin EUA vaksin Covid-19 buatan Sinovac akan keluar pada Januari 2021 mendatang.
Dari sana akan diketahui efektivitas, mutu, dan keamanan vaksin. Jika tidak sesuai dan terbukti tidak efektiv, dokter Daeng mengatakan Badan POM harus menyampaikan fakta tersebut kepada publik.
Baca Juga: IDI Bersedia Jadi yang Pertama Disuntik Vaksin Covid-19
"Kalau tidak memenuhi syarat, yasudah sampaikan oleh Badan POM ini tidak memenuhi syarat," tutur dokter Daeng.
Seperti diketahui pada Minggu, 6 Desember 2020 lalu sebanyak 1,2 juta dosis vaksin Covid-19 buatan Sinovac tiba di Tanah Air. Jumlah ini adalah sebagian dari tiga juta dosis vaksin Sinovac yang telah dipesan pemerintah.
Adapun dana yang sudah dikeluarkan untuk membeli tiga juta dosis vaksin ini mencapai Rp 637.300.800.000 pada tahun anggaran 2020.