Syndrome Impostor yang Dialami Seo Dal-mi di Drama Start Up Itu Nyata lho!

Senin, 07 Desember 2020 | 20:19 WIB
Syndrome Impostor yang Dialami Seo Dal-mi di Drama Start Up Itu Nyata lho!
Serial Korea Start Up. [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Bagi penyuka drama Korea tentu tidak asing dengan seri Start-Up yang dimainkan oleh Bae Suzy dan Nam Joo-hyuk.

Dalam drama ini, Be Suzy yang memerankan Seo Dal-mi ternyata memiliki masalah psikologis Impostor Syndrome.

Kondisinya itu membuat Dal-mi merasa segala pencapaian dan kepercayaan dirinya adalah palsu.

Menurut artikel yang diulas di International Journal of Behavioral Science, diperkirakan 70% orang mengalami perasaan palsu ini di beberapa titik dalam hidup mereka,

Baca Juga: Tak Hanya Rawat Fisik, Dokter Juga Harus Rawat Psikologis Pasien Covid-19

Ada banyak sebutan untuk Impostor Syndrome, seperti Imposter Syndrome, fraud syndrome, dan sindrom penipu.

Bae Suzy dalam Drakor Start Up. (Instagram/@kdrama_fashion)
Bae Suzy dalam Drakor Start Up. (Instagram/@kdrama_fashion)

Sindrom penipu ini membuat penderitanya merasa keberhasilan mereka hanya karena keberuntungan, bukan karena bakat atau kualifikasi.

Pertama kali diidentifikasi pada 1978 oleh psikolog Pauline Rose Clance dan Suzanne Imes. Dalam makalah mereka, kedua psikolog berteori bahwa wanita secara unik dipengaruhi oleh sindrom penipu ini.

Sekarang, sindrom tersebut tidak terbatas pada wanita saja, lapor Time.

Apa penyebabnya? Tidak ada satu jawaban spesifik. Beberapa ahli percaya bahwa sindrom ini ada hubungannya dengan ciri-ciri kepribadian, seperti kecemasan atau neurotisme.

Baca Juga: Orangtua Harus Tahu, Menstruasi Punya Dampak Psikologis Pada Anak Lho!

Sementara ahli lainnya mengatakan didukung oleh faktor keluarga atau penyebab perilaku.

Salah satu contohnya, menurut psikolog Audrey Ervin, kenangan masa kecil, perasaan saat nilai seorang anak tidak pernah cukup baik bagi orangtuanya atau saudara lebih unggul dari anak tersebut. Hal ini dapat meninggalkan dampak yang bertahan lama.

"Orang sering menginternalisasi ide-ide ini, bahwa untuk dicintai atau disayangi, 'aku perlu meraihnya'," jelas Ervin.

Hal lainnya, seperti lingkungan atau diskriminasi juga dapat berperan besar dalam memicu perasaan sindrom penipu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI