Jadi Relawan di Wisma Atlet, Dokter Cantik Ini Sempat Dilarang Keluarga

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Senin, 07 Desember 2020 | 10:41 WIB
Jadi Relawan di Wisma Atlet, Dokter Cantik Ini Sempat Dilarang Keluarga
Dokter relawan di RSD Wisma Atlet Kemayoran, dr. Aulia Giffarinnisa. (Dok. Satgas Covid-19)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menjadi relawan di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet memiliki risiko tersendiri. Tak jarang, relawan berkutat dengan restu dari keluarga sebelum akhirnya dibolehkan mengabdi.

Itulah yang dialami oleh dr. Aulia Giffarinnisa, salah satu dokter relawan di RSD Wisma Atlet. Ia mengatakan penolakan dari keluarga pun sempat dirasakannya saat mengutarakan niat menjadi relawan.

"Saya tidak menyerah dengan keinginan saya untuk mengabdikan diri, saya terus meyakinkan orang tua dan keluarga. Akhirnya izin dari orangtua saya keluar pada Agustus lalu dan mulai September saya bertugas di Wisma Atlet," katanya dalam Dialog Produktif yang mengangkat tema ‘Berbakti untuk Kemanusiaan Tanpa Pamrih’.

Dialog ini diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) di Media Center KPCPEN, Jumat (4/11) dalam rangka Hari Relawan Internasional pada 5 Desember.

Baca Juga: 342 Petugas Medis Meninggal Akibat Covid-19, Terbanyak Dokter Umum

Dikatakan dokter yang akrab disapa Farin ini, panasnya baju dan perlengkapan APD yang membekap tubuhnya dan puasa yang harus dijalani saat bertugas, tidak membuatnya mundur dari pengabdian.

Selama bertugas, banyak suka duka yang dihadapinya apalagi pada September lalu, tempat tidur di komplek Wisma Atlet hampir penuh.

"Awalnya takut, namun akhirnya cepat beradaptasi. Sistem kerja shift 8 jam namun karena memakai APD maka harus bersiap satu jam sebelumnya. Selama bertugas juga tidak boleh membuka APD jadi tidak boleh buang air dan terpaksa puasa," ceritanya.

Meski termasuk dokter muda dan dari daerah, Farin merasa aman dan nyaman selama melayani pasien. Dia juga tidak merasa berjarak dengan tenaga medis dan kesehatan lainnya.

"Di sini semuanya satu misi untuk menangani COVID-19 jadi semuanya disiplin. Beda dengan di luar, masih ada yang cuek dengan protokol kesehatan," tuturnya.

Baca Juga: Meski Telah Sembuh, Pasien Covid-19 Tetap Harus Jalani Isolasi Mandiri

Diakuinya, dalam dinamika bertugas pasti ada sejumlah tantangan utamanya dari para pasien yang dirawatnya, apalagi Farin bertugas untuk menangani pasien yang masuk kategori bergejala berat.

"Agak tertekan ketika menghadapi pasien yang ngeyel karena tidak nyaman dalam perawatan. Kadang mereka sering melepas selang oksigen padahal mereka sangat perlu hanya mereka merasa tidak nyaman," ujarnya.

Jika menemukan pasien-pasien seperti itu, Farin mengaku akan melakukan pendekatan secara psikologis. Dia berusaha memahami para pasien banyak tertekan karena tidak ditemani oleh keluarga.

"Mereka hanya didampingi dokter dan tenaga kesehatan. Salah satu pengalaman tidak terlupakan menyaksikan bagaimana proses pasien yang satu bulan dirawat dengan gejala parah sekali hingga akhirnya bisa sembuh dan dinyatakan negatif dan diijinkan pulang," ujarnya.

Kepada masyarakat luas, dr. Farin berpesan agar jangan menunggu dan berpikir lama untuk berkontribusi mulai dari hari yang paling kecil dan mudah dilakukan.

"Kontribusi minimal yang dapat dilakukan adalah mencegah penularan dari diri sendiri dan orang di sekitar. Laksanakan protokol kesehatan 3M," tutupnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI