Suara.com - Pada Hari AIDS Sedunia 2020, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menyerukan para pemimpin setiap negara dan warga dunia untuk bersatu dalam solidaritas global untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh Covid-19 dalam penanggulangan HIV. Seruan ini juga yang dipilih WHO sebagai tema untuk Hari Aids Sedunia hari ini.
WHO menyebut epidemi HIV global mungkin meningkat selama pandemi Covid-19. Hal itu akibat dampak buruk yang dirasakan pada komunitas HIV-AIDS di sejumlah negara.
Data WHO pada 2019 tercatat masih ada 38 juta orang yang hidup dengan infeksi HIV. Satu dari lima orang dengan virus HIV tidak menyadari penularannya dan satu dari tiga orang yang menerima pengobatan HIV mengalami gangguan pada penyediaan layanan pengobatan, tes, dan pencegahan, terutama anak-anak dan remaja.
Pada 2019 juga, sekitar 690 ribu orang meninggal terkait HIV dan 1,7 juta orang baru terinfeksi. Hampir 62 persen infeksi baru ini terjadi di antara populasi kunci dan pasangannya.
Baca Juga: Nasib! Pekerja Seks Mendadak Jadi Janda karena Suami Kepincut Pria Lain
Namun, WHO mengabarkan bahwa kemajuan layanan HIV sebenarnya sudah terhenti sebelum ada pandemi Covid-19.
"Melambatnya kemajuan berarti dunia akan kehilangan target “90-90-90” untuk tahun 2020," demikian dikutip dari situs resmi WHO, Selasa (1/12/2020).
Dijelaskan bahwa target 90-90-90 berarti dunia memastikan bahwa 90 persen orang yang hidup dengan HIV mengetahui status mereka, 90 persen orang yang didiagnosis HIV menerima pengobatan, dan 90 persen dari semua orang yang menerima pengobatan telah mencapai penekanan virus.
Hilangnya target menengah ini akan semakin mempersulit pencapaian mengakhiri infeksi HIV-AIDS pada tahun 2030. Selain itu, kondisi pandemi Covid-19 memperburuk layanan penting HIV.
"Covid mempersulit dan berbahaya bagi petugas kesehatan garis depan untuk memberikan layanan HIV berkualitas tinggi dan berkelanjutan kepada semua orang yang membutuhkannya," tertulis dalam sitis WHO.
Baca Juga: Kisah Bunga Positif HIV, Hingga Suaminya Kabur Karena Homoseksual
Virus corona yang masih mewabah dan pergerakan yang terbatas mempersulit orang dengan HIV-AIDS atau ODHA untuk mengakses layanan. Gangguan ekonomi karena dampak pandemi juga membuat layanan HIV jadi tidak terjangkau atau tidak dapat diperoleh.
WHO menyebutkan bahwa pandemi dapat mengganggu rantai pasokan dan pemberian layanan. Misalnya, pada Juli 2020, sepertiga orang yang memakai pengobatan HIV mengalami kehabisan obat atau gangguan pasokan.
Studi model WHO dan UNAIDS menunjukkan bahwa gangguan enam bulan dalam akses ke obat-obatan HIV dapat menyebabkan dua kali lipat kematian terkait AIDS di sub-Sahara Afrika pada tahun 2020 saja.
"Sekarang adalah waktunya bagi kita untuk sekali lagi membuat lompatan dalam tanggapan kita untuk bekerja sama mengakhiri Covid-19 dan kembali ke jalur yang tepat untuk mengakhiri HIV pada tahun 2030," ujar WHO.