Suara.com - Di masa pandemi Covid-19, istilah-istilah terkait upaya mendapatkan imunitas tubuh kembali mengemuka. Masyarakat kini diingatkan bahwa ada 4 istilah yang perlu dipahami, agar tidak terjadi kesalahpahaman.
Ada istilah vaksin, vaksinasi, imunisasi dan imunitas. Masyarakat perlu memahami maknanya masing-masing.
Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen, berupa mikroorganisme atau bagiannya, atau zat yang dihasilkannya yang telah diolah sedemikian rupa sehingga aman, yang apabila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu.
Vaksinasi merupakan proses atau tindakan memasukkan vaksin ke dalam tubuh, yang umumnya dilakukan dengan cara suntik, namun ada pula yang diberi melalui mulut, untuk menghasilkan kekebalan terhadap penyakit tertentu.
Baca Juga: Vaksin dan Imunisasi Sangat Penting, Masyarakat Diminta Tak Termakan Hoaks
Vaksinasi inilah yang memulai proses imunisasi, yang mana imunisasi merupakan proses di dalam tubuh, ketika seseorang menjadi kebal atau terlindungi dari suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpapar penyakit tersebut, maka ia tidak akan sakit, atau hanya mengalami sakit ringan. Imunisasi biasanya dilakukan dengan pemberian vaksin.
Terakhir, imunitas, yang merupakan kondisi dimana tubuh menjadi kebal terhadap suatu penyakit tertentu, karena sistem kekebalan tubuh telah membentuk anti bodi terhadap penyakit, sehingga terlindung dari penyakit menular tertentu.
Imunisasi memiliki peran penting dalam kesehatan masyarakat, terutama untuk mencegah Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I). Imunisasi tidak hanya memberikan perlindungan spesifik bagi individu yang diimunisasi, tetapi juga mampu membentuk kekebalan kelompok (herd immunity), sehingga dapat melindungi kelompok masyarakat yang rentan, dan bahkan dapat menimbulkan proteksi lintas kelompok.
Namun hal ini dapat diwujudkan bila cakupan imunisasi tinggi dan merata di semua tingkatan. Jika cakupan imunisasi tinggi dan merata, dalam arti banyak orang yang diimunisasi, maka upaya ini dapat mengurangi penyebaran, memutuskan rantai penularan, bahkan menghentikan wabah.
Imunisasi Rutin pada Anak tetap harus Dilakukan
Walaupun pandemi tengah mendera, imunisasi rutin pada anak tetap harus dilakukan, tentunya dengan menerapkan protokol kesehatan. Anak yang tidak diimunisasi memiliki kerentanan yang sama dengan tertular Virus Covid-19.
Baca Juga: Pakar Imunisasi: Banyak Penyakit Menular Hilang Berkat Vaksin
Anak tersebut tidak mempunyai kekebalan spesifik terhadap penyakit-penyakit berbahaya yang dapat dicegah dengan imunisasi, seperti tuberculosis, difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, polio, meningitis, pneumonia, campak dan rubella.
Anak-anak yang tidak diimunisasi akan mudah tertular penyakit-penyakit tersebut dan beresiko menderita sakit berat, bahkan dapat menimbulkan catat dan kematian. Anak juga dapat menjadi sumber penularan penyakit untuk anak yang lain, sehingga penyakit akan menyebar luas dan menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).
Oleh karena itu, layanan imunisasi rutin harus tetap diberikan di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai jadwal.
Pandemi Covid-19 memiliki dampak cukup serius terhadap layanan kesehatan, termasuk layanan imunisasi. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bekerja sama dengan United Nations Children's Fund (Unicef) melakukan kajian situasi cepat dampak pandemi Covid-19 pada layanan imunisasi.
Berdasarkan kajian yang dilakukan pada April 2020, diketahui bahwa 84 persen
puskesmas mengalami perubahan layanan imunisasi, karena adanya kebijakan pemerintah atau hal lain yang berkaitan dengan pandemi. Perubahan terjadi di level puskesmas dan posyandu, dimana ada puskesmas yang hanya memberikan layanan imunisasi di puskesmas saja dan memberhentikan seluruh layanan posyandu.
Selain itu, ada juga puskesmas yang tetap memberikan layanan posyandu dengan menerapkan protokol pencegahan Covid-19, serta ada puskesmas yang sama sekali tidak memberikan layanan imunisasi, baik di puskesmas maupun posyandu.
Posyandu dan puskesmas, sejatinya merupakan fasilitas pelayanan kesehatan primer yang menjadi kekuatan utama pelaksanaan imunisasi. Ketiadaan layanan imunisasi terjadi karena berbagai masalah, seperti keraguan petugas dalam penyelenggaraan pelayanan imunisasi di tengah pandemi, kekhawatiran masyarakat untuk datang ke fasiltas pelayanan kesehatan karena takut tertular Covid-19, adanya pengalihan dukungan anggaran untuk pelaksanaan penanggulangan pandemi, petugas imunisasi diperbantukan untuk penanganan pandemi, gangguan transportasi akibat pembatasan perjalanan, dan penutupan sekolah.
Kemenkes sudah mengeluarkan kebijakan penyelenggaraan program imunisasi nasional dalam masa pandemi Covid-19. Hal ini dimulai dari dikeluarkannya Surat Edaran Dirjen P2P pada 24 Maret 2020 tentang Pelayanan Imunisasi pada Anak selama masa Pandemi Covid-19, yang diperkuat dengan dikeluarkannya Petunjuk Teknis Pelayanan Imunisasi pada Masa Pandemi Covid-19.
Kebijakan tersebut merupakan dasar bahwa pada prinsipnya, imunisasi tetap harus dilakukan lengkap pada masa pandemi Covid-19 dan dilaksanakan sesuai jadwal untuk melindungi anak-anak dari PD3I.
Untuk tujuan tersebut, pemerintah sudah melakukan serangkaian sosialisasi pelayanan imunisasi di masa pandemi, dengan melibatkan para ahli, organisasi profesi, pengelola program imunisasi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan, media serta masyarakat umum.
Meskipun belum mencapai target, mulai Juni 2020 sudah terjadi peningkatan cakupan dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Cakupan imunisasi diharapkan dapat terus meningkat, sehingga dapat mencapai target, dan semua anak mendapatkan haknya untuk mendapatkan imunisasi.
Oleh sebab itu, seluruh komponen masyarakat harus berperan untuk mendukung program imunisasi. Bagi para orangtua atau keluarga tidak perlu ragu-ragu untuk mengimunisasikan buah hatinya demi masa depan mereka.
Imunisasi yang diberikan oleh pemerintah dijamin keamanan dan kualitasnya, karena telah mendapat izin edar Badan Pengawasa Obat dan Makanan (BPOM) dan direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO).