Suara.com - Wanita yang mengalami keguguran lebih mungkin mengalami gangguan stres pascatrauma (PTSD) jangka panjang, kecemasan, dan depresi, menurut penelitian yang terbit di American Journal of Obstetrics and Gynecology.
Studi ini menemukan, 29% wanita yang mengalami kehilangan calon buah hati, baik karena keguguran maupun kehamilan ektopik, mengalami gejala PTSD satu bulan setelah pengalaman tersebut.
Selain itu, 24% dari peserta juga mengalami kecemasan, dan 11% mengalami depresi sedang hingga berat satu bulan setelah kehilangan.
Penelitian ini juga menemukan wanita yang mengalami PTSD, depresi, atau kecemasan setelah keguguran mengatakan gejala mereka berlanjut untuk jangka waktu lama, mulai dari tiga bulan hingga sembilan bulan.
Baca Juga: Ingin Rencanakan Kehamilan, Ketahui Masa Subur di Kalender Menstruasi
Setiap tahun diperkirakan 123 juta wanita di seluruh dunia hamil, dan 10% akan mengalami keguguran dini, yang sejauh ini merupakan jenis keguguran yang paling umum.
"Langsung terlihat jelas bahwa setiap tahun sejumlah besar wanita berisiko terkena penyakit psikologis, termasuk PTSD," jelas penulis utama studi tersebut, Tom Bourne, dilansir Insider.
PTSD dapat menyebabkan kilas balik yang menyakitkan, insomnia, dan isolasi
Seseorang mengembangkan PTSD setelah mengalami pengalaman yang mengerikan secara fisik atau emosional, seperti serangan teroris, bertugas militer dalam pertempuran, menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, atau kehilangan orang uang dicintai, menurut Anxiety and Depression Association of America.
Keguguran termasuk dalam pengalaman traumatis yang sesuai dengan definisi PTSD di Manual Startistik Diagnostik.
Baca Juga: Meghan Markle Keguguran, Ini Curhatnya tentang kehamilan dan Kehilangan
"Bagi banyak wanita, keguguran atau kehamilan ektopik akan menjadi peristiwa paling traumatis yang telah terjadi dalam hidup mereka," kata Bourne.
Gejala PTSD termasuk mengingat kembali peristiwa traumatis melalui kilas balik atau mimpi buruk, mati rasa secara emosional atau menghindari tempat yang dapat memicu ingatan trauma, tidak dapat tidur atau berkonsentrasi.
PTSD jangka panjang dapat menyebabkan depresi, kecemasan, atau mengembangkan fobia, serta bertindak dengan cara yang merusak diri sendiri melalui alkohol atau penyalahgunaan obat.
Selain itu, seseorang yang menderita PTSD selama lebih dari tiga bulan dapat mengalami sakit kronis dan kehancuran karier dan hubungan pribadinya, termasuk hubungan dengan anak-anak di masa depan.