Tak Boleh Asal, IDAI : Harus Ada Rambu-rambu Pembukaan Sekolah

Sabtu, 21 November 2020 | 07:05 WIB
Tak Boleh Asal, IDAI : Harus Ada Rambu-rambu Pembukaan Sekolah
Kota Pekanbaru mulai melaksanakan sekolah tatap muka, Senin (16/11/2020). [Foto Riauonline]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sederet permasalahan belajar online, membuat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim bersama tiga menteri lainnya, yaitu Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia mengeluarkan Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).

Dalam panduan itu berisi keterangan yang mengizinkan sekolah untuk kembali melakukan pembelajaran tatap muka, dimulai pada Januari 2021 mendatang. Tapi keputusan seutuhnya diserahkan ke pemerintah daerah (Pemda) yang dianggap mampu menilai kondisi pandemi Covid-19 di wilayahnya.

Konsultan respirologi anak dari Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Nastiti Kaswandani, Sp.A(K) berharap setelah kebijakan ini dikeluarkan, tidak serta merta membuat pemerintah pusat lepas tangan. Kata dia, harus ada rambu-rambu dan kriteria yang jelas ketika menyerahkan urusan pembukaan sekolah kepada pemda.

"Pemerintah juga seharusnya memberikan petunjuk tentang apa sih yang seharusnya dievaluasi masing-masing pemda," ujar dr. Nastiti saat dihubungi suara.com, Jumat (20/11/2020).

Baca Juga: Januari 2021 Masuk Sekolah Lagi, IDAI Ingatkan Orangtua Tiga Hal Ini

Aktifitas siswa SD Negeri 2 Tlogolele saat istirahat di Tlogolele, Selo, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (16/11/2020).  [ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho]
Aktifitas siswa SD Negeri 2 Tlogolele saat istirahat di Tlogolele, Selo, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (16/11/2020). [ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho]

Rambu-rambu itu di antaranya seperti pemda harus memperhatikan tren penambahan kasus di wilayah sekolah yang akan dibuka. Bukan lagi sekedar mempertimbangkan zona hijau, kuning atau merah Covid-19.

"Bagaimana tren positivity rate, bagaimana tren jumlah test itu juga harus diberikan oleh pemerintah supaya pemda juga jelas, dia termasuk daerah mana yang boleh buka atau jangan dulu, atau yang masih menunggu," terang dr. Nastiti.

Jika ternyata pertambahan kasus baru terbilang sedikit, perhatikan juga sudah berapa banyak test Covid-19 dilakukan di wilayah tersebut.

Apabila kasus Covid-19 yang ditemukan sedikit, bisa jadi karena tes yang dilakukan juga sedikit. Tapi jika tes yang dilakukan sudah banyak tapi yang ditemukan sedikit, maka jumlah kasus adalah gambaran sesungguhnya.

"Ternyata  positivity ratenya masih tinggi, harusnya kriteria epidemilogis kurang dari 5 persen secara berturut-turut, mana daerah yang kasusnya kurang dari 5 persen baru dikatakan aman," jelasnya.

Baca Juga: Antisipasi Lonjakan Corona, Mendagri: Tingkatkan Fasilitas Karantina

Langkah selanjutnya adalah memastikan kesiapan sekolah dalam membuka sekolah, seperti fasilitas mencuci tangan, pengaturan jaga jarak, hingga pemberlakukan shifting atau bergilir masuk sekolah.

Ini karena menurut dokter yang berpraktik di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) itu, saat pandemi sekolah tidak harus diisi kapasitas 100 persen murid.

"Misalnya sekolah jangan 100 persen masuk semua muridnya, karena itu bisa terjadi kerumunan," jelasnya.

Dr. Nastiti juga berharap untuk murid yang masih terbilang belia dan dirasa sangat sulit menerapkan protokol kesehatan, seperti kelas 1 dan kelas 2 SD disarankan masih menjalankan pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau kelas online.

"Atau yang masuk kalau SD, kelas 5 dulu, kelas 6 dulu," timpal dr. Nastiti.

"Atau nanti belajarnya tidak seperti yang biasanya. Jangan dari pagi sampai jam 2 siang, mungkin 3 jam diganti bergantian 50-50 persen murid yang masuk, tidak semuanya harus dilanjutkan secara offline pelajarannya," sambungnya.

Ke depan kata Dokter Spesialis Anak Subspesialisasi Pulmonologi Respirologi itu sekolah tidak perlu memaksa sistem pembelajaran kembali sama seperti sebelum pandemi. Sekiranya pelajaran yang bisa dilakukan PJJ atau kelasonline teruskan, anak ke sekolah hanya untuk tugas-tugas penting seperti praktikum.

"Kalau tadinya pelajaran bisa dilakukan dalam bentuk ceramah kan bisa dilanjutkan PJJ, nanti ke sekolahnya ngapain, praktikum yang tidak bisa tergantikan dengan PJJ, itu dikerjakan offline," jelasnya.

Terakhir, langkah terpenting adalah pemda melakukan evaluasi dan monitoring setelah sekolah dibuka. Apabila setelah dibuka ditemukan kasus positif Covid-19, maka pemda dan pihak sekolah perlu bertindak cepat dengan menutup kembali sekolah, lalu melakukan tracing (penelusuran kasus).

"Kemampuan sekolah melakukan test itu bagaimana, dan siapa yang harus memonitor. Jadi seperti itulah kalau mau buka, jadi nggak bisa asal buka begitu saja," tutup dr. Nastiti.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI