Studi Baru Amerika: ASI Dapat Menyimpan Antibodi Virus Corona

Kamis, 19 November 2020 | 15:52 WIB
Studi Baru Amerika: ASI Dapat Menyimpan Antibodi Virus Corona
Ilustrasi ibu menyusui. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sebuah studi baru terhadap 15 ibu menyusui yang sudah sembuh dari Covid-19 menunjukkan ada kemungkinan ASI memiliki antibodi yang kuat untuk melawan virus corona jenis baru.

Penelitian yang dilaporkan ke iScience untuk edisi November ini menemukan semua ibu menyusui tersebut memiliki antibodi yang reaktif terhadap protein lonjakan SARS-CoV-2.

Kabar baiknya, kekebalan virus pada sang ibu dapat 'ditularkan' ke bayi mereka.

Penulis studi Rebecca Powell, ahli imunologi di Icahn School of Medicine di Mount Sinai di New York City, antibodi di dalam ASI juga mungkin lebih berguna dari sekadar melindungi bayi dari virus, yaitu sebagai terapi Covid-19.

Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Ekonomi Indonesia Mulai Pulih dari Pandemi

"Namun, orang-orang mempertanyakan apakah ini sesuatu yang benar-benar bisa terjadi," kata Powell, dilansir dari The Scientist.

Ilustrasi ibu menyusui. (Elements Envato)
Ilustrasi ibu menyusui. (Elements Envato)

Menurutnya, hal ini diragukan lantaran tidak ada pemahaman yang lebih luas tentang manfaat kekebalan dari ASI. Konsep tersebut belum dikembangkan dalam pengembangan obat antivirus.

Mendeteksi antibodi di dalam ASI

Powell telah menyelidiki imunologi ASI selama empat tahun terakhir dan menganalisis bagaimana vaksin flu musiman memicu respons kekebalan dalam ASI.

Hingga kemudian pandemi virus corona terjadi, ia beralih untuk mempelajari respons kekebalan SARS-CoV-2 dalam susu ibu tersebut.

Baca Juga: Ingin Tahu Cara Aman Periksa Kehamilan Saat Pandemi, Simak Webinar Ini!

Setelah melakukan analisis, peneliti menemukan sampel dari ibu menyusui yang sudah sembuh dari Covid-19 memiliki aktivitas pengikatan virus corona secara spesifik.

Sementara sampel pada wanita menyusui sebelum pandemi, atau pra-pandemi, memiliki tingkat aktivitas non-spesifik atau reaktif silang yang rendah.

Mereka selanjutnya menguji respons antibodi terhadap domain pengikatan reseptor protein lonjakan SARS-CoV-2, dan menemukan 12 dari 15 sampel susu dari pendonor yang sebelumnya terinfeksi Covid-19 menunjukkan adanya pengikatan antibodi imunoglobulin A (IgA) yang signifikan.

Ilustrasi ibu Menyusui. (Shutterstock)
Ilustrasi ibu Menyusui. (Shutterstock)

Beberapa dari sampel tersebut juga termasuk antibodi reaktif lain, seperti imunoglobulin G (IgM) dan imunoglobulin M (IgM). Dibandingkan dengan sampel kontrol, kadar IgA dan IgG yang paling tinggi.

Hasilnya sejalan dengan penelitian yang diterbitkan pada bulan September di Journal of Perinatology.

Studi tersebut mendeteksi IgA tingkat tinggi dan beberapa IgM serta IgG yang reaktif terhadap subunit S1 dan S2 dari protein lonjakan SARS-CoV-2 di sebagian besar sampel ASI yang dikumpulkan selama pandemi.

Namun, selama studi, peneliti tidak menemukan adanya ASI yang mengandung virus corona, meski sudah dites PCR. Artinya, tidak ada ibu yang terinfeksi pada saat pengambilan sampel.

Peneliti juga tidak mencatat 41 wanita yang menyumbangkan sampelnya pernah terinfeksi virus. Jadi, tidak jelas apakah antibodi ini hasil dari infeksi virus corona atau virus lainya.

Jadi, studi ini menunjukkan bahwa tanggapan kekebalan di dalam susu mungkin merupakan hasil reaktivitas silang dari antibodi yang dihasilkan setelah terpapar virus lain.

"Itu artinya antibodi yang disekresikan dalam ASI memberikan kekebalan yang luas untuk menyusui bayi," kata Veronique Demers-Mathieu, penulis studi terkait sekaligus ahli imunologi di Medolac Laboratories di Boulder City, Nevada.

Di sisi lain, Powell juga menambahkan bahwa antibodi yang ditemukan di dalam ASI lebih 'kuat' daripada antibodi dalam darah.

"Apa yang kami temukan di dalam susu adalah unik dibandingkan dengan apa yang telah dipelajari banyak orang pada darah dalam hal respon antibodi," ujar Powell.

Penelitian menunjukkan antibodi yang diturunkan dari darah dapat bertahan berbulan-bulan, sedangkan antobodi sekretori, seperti IgA dari ASI, mungkin bertahan lebih lama.

Baik penelitian Demers-Mathieu maupun Powell tidak menguji apakah antibodi ASI dapat menetralkan SARA-CoV-2 dan itu merupakan langkah penelitian selanjutnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI