Suara.com - Pandemi Covid-19 membuat minat berolahraga luar ruangan (outdoor) semakin tinggi, seperti bersepeda, lari, jalan santai hingga bermain futsal belakangan ini kembali menjadi tren.
Tapi sayangnya berolahraga outdoor selalu dibayangi polusi udara.
Dokter Spesialis Paru atau Pulmonologist dr. Erlang Samoedro mengatakan jika pada saat olahraga, orang akan bernapas menghirup udara lebih banyak dibanding dalam keadaan normal.
Jadi, bisa dibayangkan jika berolahraga saat udara sedang tercemar, yang terjadi bukannya menyehatkan malah memperburuk kesehatan.
Baca Juga: Benarkah Pakai Masker Saat Olahraga Bisa Ganggu Pernafasan, Begini Faktanya
"Sekali kita berolahraga, tingkat pernapasan akan meningkat signifikan hingga 40 hingga 60 napas per menit, berbeda dengan aktivitas normal yang hanya mengambil napas 15 kali per menit. Ditambah lagi, intensitas olahraga yang berbeda menyebabkan perbedaan volume udara yang dihirup," ujar dr. Erlang dalam acara Webinar, Selasa (17/11/2020).
Kondisi ini makin berbahaya apabila udara yang bersirkulasi mengandung polusi particulate matter (PM 2.5), yaitu sejenis partikel di udara yang berukuran lebih kecil dari 2.5 mikrometer.
Ukuran polusi udara ini bisa masuk sangat jauh lebih dalam ke tubuh dan bisa langsung mempengaruhi saluran napas, bahkan hingga ke paru-paru.
"Tentu adanya peningkatan pernapasan saat berolahraga di kualitas udara yang buruk semakin memberi risiko jumlah aerosol yang terhirup, termasuk PM 2.5. Beberapa risiko penyakit yang mungkin muncul karena terhirupnya PM 2.5 antara lain asma, stroke, dan kanker paru-paru," jelas dr. Erlang.
Tapi masalah ini bukan jadi alasan jadi tidak berolahraga loh. Anda tetap bisa olahraga outdoor dengan syarat memantau kualitas udara sebelum melakukannya.
Baca Juga: Waduh, Udara Beracun Hantui Penduduk India Pasca Festival Diwali
Nafas, aplikasi kualitas udara lokal merilis data yang bisa menginformasikan kualitas udara secara realtime, sehingga memantau udara bukan lagi pekerjaan sulit.
"Berdasarkan data temuan, banyak lokasi (di Jabodetabek) yang sering kali memiliki tingkat PM2.5 yang telah melebihi 100 (ambang batas aman). Tentu ini menyoroti pentingnya mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan untuk olahraga yang aman. Jangan sampai risiko kesehatan dari polusi udara ternyata melebihi manfaat berolahraga," terang Piotr Jakubowski, Co-founder & Chief Growth Officer nafas.
Berdasarkan lima wilayah yang dipantau selama 30 hari pada bulan Agustus 2020, (DKI Jakarta, Tangerang, Tangerang Selatan, Depok, Bekasi), kota dengan pembacaan PM 2.5 rata-rata terendah adalah Bogor dan Jakarta Pusat.
Sebaliknya, dua daerah yang paling memprihatinkan adalah Tangerang Selatan dan Bekasi yang memiliki kualitas udara 5 hari tidak layak untuk berjalan di luar selama lebih dari 30 menit.
Sampel tersebut diambil dari 46 sensor kualitas udara di wilayah Jabodetabek pada eksposur selama olahraga pagi, yakni pukul 05.00 hingga 09.00 WIB.
Data temuan lainnya, rata-rata kualitas udara pada Jumat pagi di sebagian besar lokasi di Jabodetabek lebih baik dari hari-hari lainnya. Untuk wilayah Jakarta Pusat dan Tangerang, Kamis pagi lah yang memiliki kualitas udara terbaik selama seminggu.
Adapun beberapa hari dengan kualitas udara terburuk adalah Minggu, Selasa, dan Rabu bergantung pada lokasinya. Di wilayah Tangerang, Tangerang Selatan, Jakarta Selatan dan Bogor, Minggu menjadi hari dengan polusi tertinggi.