Suara.com - Sebuah studi baru yang terbit dalam jurnal BMC Psychiatry menunjukkan banyak anak-anak dan remaja dengan pikiran obsesif dan kompulsi mengalami gangguan obsesif-kompulsif (OCD), kecemasan, dan gejala depresi yang memburuk selama pandemi virus corona ini.
OCD merupakan gangguan mental yang menyebabkan penderitanya merasa harus melakukan suatu tindakan (obsesi) secara berulang (kompulsif). Jika tidak, mereka akan diliputi kecemasan atau ketakutan.
Pandemi Covid-19 dan OCD
Penulis studi Judith Nissen dari Aarhus University di Denmark mengatakan kelainan ini sangat menarik untuk dipelajari sehubungan dengan adanya pandemi Ccovid-19 karena OCD adalah kelainan dengan banyak ekspresi klinis yang berbeda.
Baca Juga: Alami Gangguan Mental OCD, Prilly Latuconsina Unggah Video Bikin Nangis
Menurutnya, penting untuk memeriksa bagaimana krisis yang begitu signifikan ini dapat memengaruhi ekspresi, frekuensi, dan perkembangan gangguan ini.
Untuk temuan ini, peneliti mengirimkan kuisioner kepada dua kelompo anak-anak dan remaja usia tujuh hingga 21 tahun dengan total 102 anak.
Dua kelompok sudah didiagnosis dengan OCD, satu di Pusat Psikiatri Anak dan Remaja, dan kelompok lainnya diidentifikasi melalui Asosiasi OCD Denmark.
"Mereka mengalami gejala OCD, kecemasan, dan depresi yang memburuk selama masa krisis seperti Covid-19 ini, Kondisi buruk ini paling menonjol untuk kelompok yang diidentifikasi melalui Asosiasi OCD," jelas penulis, dilansir The Health Site.
Pada kelompok pertama hampir setengahnya melaporkan mereka mengalami gejala yang memburuk, sepertiganya menjawab kecemasan mereka yang memburuk, dan sepertiga lagi mengatakan depresi mereka memburuk.
Baca Juga: Pandemi Virus Corona Picu OCD, Kenali 5 Jenis yang Paling Umum
Di kelompok lain, 73% melaporkan kondisi mereka memburuk, lebih dari separuh kecemasan memburuk, dan 43% gejala depresi meningkat.
Secara khusus, anak-anak yang mulai menderita OCD pada usia dini mengalami kondisi yang paling parah, kata penelitian tersebut.