Miris, Mayoritas Terpidana Anak Ditempatkan di Penjara Orang Dewasa

Rabu, 04 November 2020 | 18:13 WIB
Miris, Mayoritas Terpidana Anak Ditempatkan di Penjara Orang Dewasa
Ilustrasi: Kasus anak berhadapan hukum tertinggi, potret buram perlindungan anak di Indonesia. (Foto ilustrasi: Suara.com/Ema Rohimah)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Terpidana anak yang belum berusia 18 tahun seharusnya dipenjara di penjara anak. Mirisnya, mayoritas justru ditempatkan di penjara orang dewasa.

Berdasarkan hasil penelitian Pusat Perlindungan dan Kesejahteraan Anak Universitas Indonesia (PUSKAPA) lebih dari 50 persen anak berhadapan dengan hukum (ABH) justru ditempatkan di penjara dewasa.

"Mayoritas anak, lebih dari 50 persen anak masih ditempatkan di penjara fasilitas dewasa. Juga masih ditemukan anak berusia 13 tahun di dalam lembaga (penjara dewasa) tersebut," ujar Direktur PUSKAPA Santi Kusumaningrum dalam acara webinar, Rabu (4/11/2020).

Dalam riset tersebut Santi menemukan setidaknya, ada 3 alasan mayoritas ABH ini berada di penjara dewasa. Pertama yaitu agar jarak anak dan keluarga bisa lebih dekat.

Baca Juga: Nasib Anak yang Pernah Dipenjara, Mungkinkah Dapat Kesempatan Kedua?

Seperti misalnya, keluarga ABH tinggal di daerah yang tidak dekat dengan penjara anak.

Terpaksa pihak lapas menempatkan anak di penjara dewasa yang lebih dekat.

Alasan kedua, dalih kepentingan mengakses ABH. Misalnya petugas lapas memerlukan pemeriksaan psikologis, wawancara dan interogasi untuk menyelesaikan kasus yang sedang membelit ABH tersebut.

Misalnya, anak melakukan tindak kejahatan di Jakarta, lalu penjara anak ada di Bandung. Maka untuk reka ulang kasus diperlukan kehadiran ABH, dan itu dirasa sulit.

Alasan ketiga ialah demi jaminan dan keamanan anak itu sendiri.

Baca Juga: Ibu, Begini Jaga Kesehatan Anak Saat Musim Pancaroba!

"Alasan penempatan anak di fasilitas dewasa juga belum bergeser dari tahun 1997, dari ketika UU 397 berlaku, ketika UU SPPA (sistem peradilan pidana anak) diinisiasi, sampai SPPA berlaku (di 2012) itu alasannya masih sama. Sehingga buat kami ini titik refleksi perlu diubah dan diperbaiki," imbuh Santi.

Sekedar informasi, penelitian ini dilakukan dengan 120 wawancara mendalam, 7 wawancara kepada mantan ABH, 4 diskusi kelompok terfokus, dan menjadikan data putusan lembaga pemasyarakatan (LP) yang terbilang lengkap.

Sebanyak 651 putusan pengadilan sudah dianalisis peneliti, yang mewakili sebanyak 799 ABH.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI