Suara.com - Banyak orang India yang memiliki akses terbatas ke air bersih, masih mengonsumsi makanan tidak higienis, mengirup udara kotor, dan tinggal di lingkungan padat penduduk.
Hal ini, menurut peneliti, membuat mereka rentan terhadap sejumlah penyakit tidak menular, seperti masalah jantung, penyakit pernapasan kronis, kanker, serta diabetes.
Padahal, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan air bersih, sanitasi yang baik dan lingkungan higienis adalah perlindungan kesehatan terhadap Covid-19.
"Biasanya akses ke fasilitas kesehatan, kebersihan dan sanitasi lebih buruk di negara-negara ini (negara berkembang) dan sering diyakini sebagai faktor penyebab tingginya kasus penyakit menular di sana," kata Dr Shekhar Mande, direktur jenderal Dewan Riset Ilmiah dan Industri (CSIR), dilansir BBC.
Baca Juga: Peningkatan Kasus Positif Virus Corona, Bagaimana Nasib MotoGP Portugal?
Dalam tingkat global, India menyumbang seperenam kasus. Namun, mereka hanya menyumbang 10 persen dari kematian di dunia akibat virus corona, dan tingkat kematian kasus atau CFR, yang mengukur tingkat kematian di antara pasien Covid-19, kurang dari dua persen. Ini termasuk angka terendah di dunia.
Hal tersebut tentu berkebalikan dengan perhitungan yang dilakukan para pakar kesehatan. Sebaliknya, penelitian baru oleh ilmuwan India justru menunjukkan kekurangan India tersebut mungkin telah menyelamatkan banyak nyawa penduduk dari Covid-19.
Mereka menduga, mungkin tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah dapat mencegah infeksi parah karena paparan berbagai patogen sejak kecil, yang memberi mereka kekebalan lebih kuat terhadap Covid-19.
Namun, para ilmuwan mengatakan karena korelasi tidak menyiratkan sebab akibat, penelitian semacam ini harus dianggap sebagai pengamatan.
"Ini tidak boleh disimpulkan karena ini menganjurkan langkah menuju praktik kebersihan lebih lemah untuk menangani pandemi di masa depan," sambung Dr Mande.
Baca Juga: Virus Corona Makin Naik, Inggris Justru Temukan Kasus Flu Burung Baru
Krutika Kuppalli, asisten profesor penyakit menular di Medical University of South Carolina, mengatakan penelitian baru tersebut memperhitungkan berbagai asumsi yang belum terbukti secara ilmiah.
"Mereka (pernyataan) lebih merupakan hipotesis daripada fakta ilmiah," ujar Kuppalli.
Selain itu, ahli epidemiologi telah menghubungkan tingkat kematian yang rendah di negara-negara seperti India dengan populasi muda, orang tua biasanya lebih rentan.
Tidak jelas apakah faktor lain, seperti kekebalan yang berasal dari infeksi sebelumnya dari virus corona lain, juga menjadi penyebabnya.
Jelasnya, mungkin ada berbagai alasan di balik tingkat kematian yang rendah. "Masih banyak yang harus kami pelajari tentang virus ini karena kami baru 10 bulan memasuki pandemi,”" tandas Kuppali.