Suara.com - Stigma pada penyakit tertentu bisa muncul karena persepsi keliru yang dipikiran orang atau kelompok.
Ketua Jaringan Rehabilitasi Psikososial Indonesia Dr. dr. Irmansyah Sp.Kj menjelaskan, kini telah muncul stigma negatif terkait Covid-19 yang menyebabkan ketidaknyamanan.
Pandangan negatif itu muncul lantaran masyarakat berpandangan bahwa seseorang yang terinfeksi Covid-19 harus dijauhi. Cara pandang itu, pada akhirnya, akan berdampak buruk pada pasien.
"Stigma muncul dari persepsi. Tentu persepsi muncul dari pengetahuan masyarakat sendiri. Masing-masing punya referensi sendiri terhadap satu berita, peristiwa. Tapi yang kita tahu berita negatif justru yang paling menarik," ujar Irman dalam konferensi virtual BNPB, Selasa (20/10/2020).
Baca Juga: Kemenkes: Stigma Negatif Bisa Pengaruhi Masa Depan ODGJ
Menurutnya, masyarakat lebih mudah menangkap berita mengenai angka kematian atau cara penularan virus.
"Jadi tidak balance. Berita negatif memang ada, tapi kita harus hati-hati. Lain kan juga banyak berita kesembuhan lebih tinggi, berita orang tanpa gejala. Juga berita kita bisa mencegah, menjaga diri dengan cara baik. Artinya kita bisa menghindari penyakit seperti ini," paparnya.
Sementara itu, Pekerja Sosial Profesional Indonesia Nurul Eka Hidayati menyampaikan ada tiga faktor yang membuat stigma negatif terhadap pasien covid-19 marak di masyarakat.
"Pertama rasa takut. Itu muncul karena ketidaktahuan mendorong pada rasa takut. Covid ini kan sesuatu yang baru. Jadi ketidakpastian membuat orang jadi takut," katanya.
Faktor kedua adalah terkait informasi. Menurut Nurul, informasi yang diterima masyarakat cenderung salah. Selain itu, dark jokes atau lelucon gelap juga ia anggap berkontribusi dalam pembentukan stigma negatif.
Baca Juga: Komunitas Sioux: Penyelamat Ular dari Stigma Jahat
"Dengan adanya Covid ada rasa khawatir dengan rasa tanggung jawab. Tadinya gak khawatir tentang dirinya dan orang lain jadi merasa tanggung jawab menjaga diri, keluarga, dan lingkungan," jelas Nurul.
Faktor terakhir atau ketiga adalah tidak ada rasa percaya dengan otoritas. Umumnya hal ini terjadi pada kelompok marjinal, difabel, atau kelompok tidak mampu secara ekonomi.
Kelompok-kelompok tersebut memang sudah sering mendapat diskriminasi terhadap sejumlah layanan masyarakat sejak sebelum ada pandemi Covid-19.
"Itu terbawa dengan kondisi seperti ini akan bagaimana nanti. Stigma ini bukan hanya isu di Indonesia tapi seluruh dunia punya masalah yang sama terkait stigma ini," tutupnya.