Suara.com - Pandemi Covid-19 berdampak pada layanan berbagai penyakit tidak menular (PTM), seperti kanker, pernapasan kronis, diabetes, gangguan mental hingga kardiovaskular atau penyakit jantung terdampak berat.
Lalu, apa solusi yang ditawarkan rumah sakit?
"Seiring dengan terjadinya pandemi Covid-19, layanan kesehatan pun ikut terdampak hingga menjadikan PTM, terutama penyakit kardiovaskular atau jantung, sebagai salah satu ancaman kesehatan terbesar bagi masyarakat dalam jangka panjang," ujar Sekretaris Jenderal Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Dr. dr. Lia G. Partakusuma, Sp.PK, MM, MARS. dalam diskusi bersama Prizer, Sabtu (17/10/2020).
Di Indonesia, angka kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Baca Juga: Jangan Abaikan Perubahan Warna Lidah, Bisa Jadi Itu Tanda Serangan Jantung!
Pada 2016 saja, terjadi 1.863.000 kematian, dimana 35 persennya disebabkan penyakit jantung.
Apalagi pandemi Covid-19 berdampak pada tertundanya pelayanan kesehatan penyakit jantung, sehingga yang dilakukan pihak rumah atau fasilitas kesehatan hanyalah telehealth.
Telehealth adalah layanan konsutasi jarak jauh yang bisa membuat pasien tetap berkonsultasi dan dokter memberikan resep, jika obat dibutuhkan.
"Teknologi telehealth yang memungkinkan konsultasi jarak jauh antara pasien dan dokter secara daring. Kegiatan ini membuka akses bagi pasien dari seluruh daerah di Indonesia untuk tetap dapat meneruskan program pengobatannya tanpa harus datang ke rumah sakit," jelas Dr. Lia.
Tapi sayangnya tidak semua pasien jantung bisa dilayani dengan telehealth, khususnya jika gejala yang dialami pasien cenderung ebrat, maka mereka harus tetap datang bertemu dokter secara langsung.
Baca Juga: Olahraga Beban atau Kardio, Mana yang Lebih Sehat untuk Jantung?
"Namun bila terdapat gejala yang berat maka tentu pasien diwajibkan segera mendapat pertolongan ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19," tuturnya.
Di sisi lain organisasi kesehatan dunia atau WHO menyoroti terjadinya infodemik, yaitu keadaan di mana informasi yang beredar seringkali terlalu banyak dan membingungkan, sehingga bisa menimbulkan menimbulkan stigma, misinformasi dan bahaya kesehatan fisik serta mental.