Suara.com - Penelitian baru mengatakan pemanis yang digunakan dalam minuman bersoda, biskuit, kue dan es krim bisa memicu ADHD pada anak-anak.
Fruktosa menurunkan energi dalam sel, memicu respons mencari makan yang mirip dengan kelaparan. Tapi, respons ini mengarah pada pengambilan risiko dan agresi.
Padahal makan terlalu banyak atau berlebihan berkaitan dengan risiko penyakit kardiovaskular, kanker, diabetes dan demensia. Karena itu, gula salah satu bahan makanan yang dianggap bisa mematikan di dunia.
Kini, para ilmuwan telah menemukan hal yang bisa memicu perilaku manik seseorang, ini berkaitan dengan asupan gula harian.
Baca Juga: Peneliti AS Temukan Virus Corona Baru pada Babi dan Berisiko Menular!
"Kami menyajikan bukti bahwa fruktosa bisa menurunkan energi dalam sel, yang memicu respons mencari makan serupa dengan apa yang terjadi saat kelaparan," kata penulis utama Profesor Richard Johnson, dari University of Colorado dikutip dari Mirror UK.
Padahal aktivias berlebihan dari proses ini bisa menyebabkan ADHD hingga gangguan bipolar. Bahkan anak-anak bisa mengalami agresi.
"Sementara, jalur fruktosa dimaksudnya untuk membantu kelangsungan hidup. Asupan fruktosa yang tinggi dalam beberapa waktu terakhir dan mungkin berlebihan karena tingginya jumlah gula dalam makanan sekarang," jelas Prof Johnson.
Sebenarnya, fruktosa biasa ditemukan dalam buah-buahan yang efeknya bisa dilawan secara alami. Tapi, fruktosa yang dimurnikan dan ditambahkan ke dalam produk pemanis bisa lebih buruk daripada glukosa.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengklaim konsumsi makanan dalam jumlah kecil setiap hari akan baik-baik saja. Tapi, beberapa orang mungkin tidak memiliki kontrol dalam asupan makanan yang bisa meningkatkan kadar gula.
Baca Juga: Aturan Masker Kain Berstandar Nasional Indonesia
Para ahli mengatakan makanan manis yang harus dihindari adalah manisan, kue, biskuit, cokelat dan minuman bersoda. Karena, semua jenis makanan dan minuman itu mengandung banyak fruktosa.
"Gangguan perilaku adalah kondisi umum yang berhubungan dengan obesitas dan pola makan barat. Asupa fruktosa yang berlebihan dalam bentuk minuman bisa berkontribusi besar pada kondisi ini," jelas Prof Johnson.
Meski begitu, fruktosan sebagai faktor risiko kondisi-kondisi tersebut bukan berarti membuat kita mengesampingkan faktor genetik, keluarga, fisik, emosional dan lingkungan yang membantuk kesehatan mental seseorang.
Selain itu, penyebab gangguan kejiwaan juga masih menjadi misteri meski telah dilakukan penelitian sejak lama. Tapi, asupan fruktosa yang tinggi telah semakin meningkat 40 kali lipat sejak tahun 1700-an.
Lalu, salah satu konsekuensinya respons mencari makan ini memiliki kesamaan dengan gangguan perilaku tertentu, termasuk ADHD, bipolar dan perilaku agresif.
Penelitian sebelumnya juga telah menemukan tikus yang diberi asupan minuman fruktosa selama 2 bulan mengalami peningkatan berat badan.