Suara.com - Cemas dan stres rentan menyerang masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Bagaimana membedakannya dengan masalah kejiwaan serius?
Menurut Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK Indonesia) dan Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) stres dan cemas bisa saja berkembang menjadi gangguan kejiwaan yang lebih berat.
Untuk itu, pemeriksaan alias skrining menjadi cara untuk mencari tahu apakah stres dan cemas bisa berkembang menjadi depresi.
Ketua Umum PDSKJI DR. dr. Diah Setia Utami, Sp.KJ, MARS mengakui sejak pandemi pihaknya berupaya hadir untuk masyarakat dengan meluncurkan Swaperiksa Web guna mencegah kepanikan massal, sekaligus membantu menangani kejiwaan masyarakat.
Baca Juga: Pakar Ungkap Masalah Kesehatan Jiwa yang Timbul Gegara Pandemi, Apa Saja?
"Mereka bisa melakukan mengakses layanan psikologi klinis selama pandemi Covid-19 secara gratis," ujar Diah dalam pernyataannya kepada awak media secara virtual pada Rabu (14/10/2020).
Menurutnya, program Swaperiksa Web juga bisa diperuntukan melalui layanan tatap muka dengan melakukan janjian antara pasien serta tenaga professional tersebut dan yang terpenting tetap mengikuti protokol kesehatan, lalu layanan telekonseling, hingga layanan teks.
Tes Kejiwaan, Harus ke Psikolog atau Psikiater?
Diah juga menyarankan bahwa masyarakat yang memiliki gejala gangguan kejiwaan untuk segera memeriksa dirinya sedini mungkin, baik bisa melalui seorang psikolog ataupun seorang psikiater.
Lebih lanjut kata dia, psikolog dan psikiater memiliki fungsi yang berbeda. Psikolog merupakan ahli psikologi yang mampu mengatasi masalah kejiwaan dan mendiagnosis lewat psikoterapi dengan melihat gejala psikologis.
Sedangkan psikiater adalah tenaga medis yang telah menempuh pendidikan kedokteran spesialis kejiwaan. Dalam penanganan pasien, psikiater biasanya akan memberikan obat-obatan kepada pasiennya.
Baca Juga: 32 Persen Masyarakat Indonesia Alami Masalah Gangguan Jiwa Selama Pandemi
Sementara untuk menentukan apakah seseorang harus berobat ke psikolog atau psikiater, harus dilihat dari gejala yang timbul. Umumnya pada gejala sedang menuju berat maka perlu berobat ke psikiater.
Diah mencontohkan gejala yang menandakan seseorang harus berobat ke psikiater yakni kecemasan tingkat tinggi seperti menimbulkan gejala panik yang membuat seseorang memiliki rasa takut berlebihan, dan tidak berani ketemu orang lain.
"Jadi kondisi itu artinya sudah membutuhkan pengobatan psikotropika untuk meredakan gejala-gejala tersebut, agar pasien tersebut ditangani dengan baik. Sebaliknya, sedangkan jika seseorang mengalami gejala kejiwaan ringan maka disarankan cukup hanya melalui tenaga psikolog," tuturnya.