Apa Itu Galaktosemia, Penyakit Langka yang Baru Ditemukan di Indonesia?

Vania Rossa Suara.Com
Selasa, 13 Oktober 2020 | 17:01 WIB
Apa Itu Galaktosemia, Penyakit Langka yang Baru Ditemukan di Indonesia?
Ilustrasi penyakit langka. [shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

"Akhirnya diberikan susu untuk alergi yang elemental, bisa. Jadi, ternyata mereka (pakar kesehatan) mengatakan susu untuk alergi menyelamatkan anak. Soy milk tidak bisa menjadi alternatif pemberian makanan anak yang mengalami galaktosemia," tutur Damayanti.

Saat ini, Gloria diketahui bisa tumbuh dengan baik seperti pada anak-anak pada umumnya.

Sama seperti 80 persen penyakit langka lainnya, Galaktosemia juga terjadi akibat kelainan genetik. Damayanti menemukan, dua kakak Gloria (anak kedua dan ketiga dari empat bersaudara) mengalami keluhan yang sama seperti Gloria, yakni tubuhnya kuning dan perut membuncit sebelum meninggal dunia.

"Jadi, kalau ada dua pasien keluarga yang punya kelainan mirip dengan dia, maka kita pikirkan ini suatu kelainan genetik. (Kasus Gloria) ada kelainan genetik sudah jelas, bukan hemakromatosis biasa. Kami lakukan pemeriksaan gen langsung,"kata Damayanti.

Walau orangtua normal, namun mereka berpeluang sebanyak 25 persen memiliki anak dengan kelainan. Pada kasus orangtua Gloria, anak kedua, ketiga, dan keempat yang diketahui memiliki kelainan gen.

Lalu, adakah cara meminimalisir kemungkinan anak berikutnya terkena kelainan genetik jika sudah ditemukan adanya saudara kandung yang mengalami masalah ini?

Pemeriksaan darah orangtua, lalu bekerja sama dengan bagian reproduksi untuk menjalani program bayi tabung bisa menjadi salah satu cara yang bisa ditempuh.

"Kami periksa darah bapak dan ibunya, kerja sama juga dengan bagian reproduksi untuk program bayi tabung. Embrio dites, dilihat mana embrio yang tidak mengandung gen penyakit, lalu dimasukkan ke rahim," kata Damayanti.

Selain itu, sebenarnya ada pemeriksaan pada bayi baru lahir atau newborn screening untuk mendeteksi dini adanya kelainan sehingga intervensi bisa segera dilakukan agar tumbuh kembang bayi dapat optimal.

Baca Juga: Gak Tega Lihatnya, Jemari Balqis Putus Sendiri, Derita Penyakit Langka

Namun di Indonesia pemeriksaan yang tersedia untuk hipotiroid dan fisik (pendengaran dan penglihatan). Dokter spesialis anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Jenni K. Dahliana, melalui laman IDAI, mencatat bahwa skrining pendengaran dilakukan pada bayi baru lahir berusia 2 hari (di RSCM usia 0-28 hari), lalu skrining penglihatan 2-4 minggu setelah lahir, sementara untuk hipotiroid, skrining dilakukan saat bayi 48-72 jam.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI