Suara.com - Tidak hanya mengecewakan dari sisi sosial tapi juga dari sisi kesehatan, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) secara lantang menyebut jika UU Cipta Kerja Omnibus Law melemahkan penanganan pandemi Covid-19.
CISDI adalah organisasi yang fokus pada isu pembangunan kesehatan dan penguatan layanan kesehatan primer di Indonesia.
UU cipta kerja ini dinilai tidak hanya merugikan buruh dan pekerja tapi juga mengancam kualitas, jaminan, keselamatan dan keamanan tenaga kesehatan, ditambah sulitnya perizinan usaha di sektor kesehatan yang berisiko timbulkan backlog atau sederetan masalah yang belum tertangani di masa pandemi Covid-19.
Direktur Kebijakan CISDI Olivia Herlinda mengaku sudah memperlajari draft dokumen RUU Cipta Kerja dan berbagai perkembangan dokumen baru yang beredar ke publik.
"Dari yang kami pelajari, kami memiliki kekhawatiran bahwa Undang-Undang Cipta Kerja mempermudah perusahaan alih daya (outsourcing) melalui penetapan upah minimum per jam," terang Olivia berdasarkan keterangan yang diterima Suara.com, Jumat (9/10/2020).
Saat outsourcing diterapkan, menurut Olivia yang terjadi adalah minimnya pengusaha atau sebagai pemberi kerja untuk membayar jaminan sosial, ketenagakerjaan termasuk di dalamnya jaminan kesehatan kepada karyawannya, dan itu juga berlaku pada tenaga medis.
"Dengan demikian, pilar sistem kesehatan nasional di masa pandemi bisa menjadi semakin lemah akibat minimnya jaminan terhadap keamanan, keselamatan, dan kesejahteraan tenaga kesehatan," ujar Olivia.
Olivia juga membaca bagaimana UU yang juga disebut UU Cilaka itu mengharuskan fasilitas kesehatan meminta izin satu pintu kepada pemerintah pusat, yakni izin secara online (OSS) yang berada di bawah kendali Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Lantas, bukannya mempercepat perizinan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat untuk mendapat penanganan dan pengobatan dengan sigap, tapi hanya menimbulkan antrian saat keputusan harus diambil oleh satu pintu.
Baca Juga: Jokowi Klaim UU Cipta Kerja Tak Komersialisasikan Pendidikan
"Karena belum jelasnya bagaimana alur koordinasi dilakukan, ini juga mengkhawatirkan karena berpotensi dilewatinya proses kajian teknis mendalam oleh K/L teknis yang berwenang dan memiliki keahlian, hanya demi mempercepat ijin berusaha," tambah Olivia.