Konten dan Artikel Bunuh Diri Bisa Tambah Risiko Serupa di Masyarakat

Kamis, 08 Oktober 2020 | 14:50 WIB
Konten dan Artikel Bunuh Diri Bisa Tambah Risiko Serupa di Masyarakat
Pencegahan bunuh diri. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mengungkap jika setiap 40 detik satu orang meninggal karena bunuh diri, dan kematian tertinggi berada di kelompok umur 15 hingga 29 tahun atau kategori usia muda.

Meski penyebab bunuh diri sangat kompleks, ternyata pemberitaan atau konten yang disebarkan melalui media sosial juga turut mempengaruhi dan menambah risiko aksi bunuh diri.

Research Scientist Facebook, Moira Burke mengatakan ada bukti kuat jika pemberitaan aksi bunuh diri yang dilakukan seseorang bisa mendorong orang lain melakukan aksi serupa, apalagi jika aksi dilakukan oleh tokoh pesohor.

"Ada bukti substansial yang menunjukkan bahwa pemberitaan mengenai tindakan bunuh diri yang dilakukan seseorang, bisa mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama," ujar  Moira Burke dalam acara Workshop Panduan Pelaporan Berita Bunuh Diri dan Kesehatan Mental Instagram, Kamis (8/10/2020).

Baca Juga: Pandemi Covid-19 Diprediksi Bikin Angka Bunuh Diri Meroket

Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia jatuh pada tanggal 10 September. (Shutterstock)
Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia jatuh pada tanggal 10 September. (Shutterstock)

Masih membekas dalam ingatan, bagaimana media waktu itu mempublikasi berita kematian aktor Robin William pada 2014 lalu. Dari mulai lokasi hingga metode bunuh diri seperti yang Robin William lakukan, menjadi tren dan meningkatkan kasus bunuh diri di negara adikuasa itu.

"Lalu kasus bunuh diri di Amerika Serikat meningkat 10 persen. Dalam waktu 5 bulan setelah Robin William meninggal angka bunuh diri berada di atas rata-rata dari angka proyeksi sepanjang tahun," ungkap Moira.

"Selain itu terjadi peningkatan sebesar 32 persen untuk kasus bunuh diri menggunakan metode yang sama seperti Robin William," sambung Burke,

Menurut Moira, ini terjadi karena beberapa alasan. Selain karena paparan informasi yang tinggi, kasus aksi bunuh diri juga merubah norma yang menganggap bunuh diri bukan hal yang luar biasa.

Pemberitaan kasus dan apa yang dialami Robin Wiliam diceritakan sangat jelas oleh media, dan seolah jadi pembenaran bagi mereka yang merasa senasib untuk melakukan aksi serupa.

Baca Juga: Hari Pencegahan Bunuh Diri, Ini 5 Mitos yang Sebaiknya Tidak Lagi Dipercaya

Ditambah gambaran cara atau metode bunuh diri Robin, seolah memberikan ide untuk mencabut nyawanya dengan cara yang sama.

"Ada beberapa penelitian menunjukkan, bahwa pemberitaan media memainkan peran penting dalam penularan perilaku pencegahan bunuh diri," jelas Burke.

Berkaca dari kasus itu maka sudah seharusnya pemberitaan mengenai bunuh diri tidak lagi diberitakan secara besar-besaran, tentang nama korban, lokasi, alasan, hingga metode bunuh diri yang dilakukan.

"Kabar baiknya adalah pemberitaan bunuh diri yang tepat dapat mengurangi risiko meningkatnya angka bunuh diri, yaitu dengan cara mengubah persepsi, mematahkan mitos yang beredar, dan memberikan informasi yang jelas kepada publik," tutup Burke.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI