"Kami memiliki sistem peringatan dini bersama FDA, karena kami harus menjelaskan kepada mitra komersialisasi untuk selektif dalam mempublikasikan produk,” kata Moira.
Selain itu, pengawasan yang berkelanjutan tersebut juga untuk mencegah penyalahgunaan produk tembakau alternatif pada remaja.
"Penggunaan rokok elektrik oleh remaja menjadi perhatian. Jadi saya mengerti mengapa kami harus menempatkan bagian khusus dari persyaratan pengawasan pasca pemasaran untuk IQOS, dan kami bekerja keras dengan mematuhinya. Kami juga tidak memberikan akses kepada non-perokok,” tegas Moira.
Moira berharap FDA bersama pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya turut membantu penyebaran informasi tentang IQOS yang secara ilmiah terbukti jauh lebih rendah paparan zat kimia berbahayanya dibandingkan dengan rokok.
"Kami yakin dengan mendapatkan informasi akurat, perokok dewasa akan beralih dari rokok ke produk hasil dari pengembangan inovasi ini,” pungkasnya.
Pada Mei 2018, Institut Federal Jerman untuk Penilaian Risiko (German Federal Institute for Risk Assessment/BfR) mengatakan bahwa produk tembakau alternatif memiliki tingkat toksisitas (tingkat merusak suatu sel) yang lebih rendah hingga 80 – 99 persen dibandingkan rokok konvensional.
Namun pada 2019 lalu, FDA dan Federal Trade Commission (FTC) Amerika Serikat melakukan investigasi khusus setelah 354 kasus penyakit paru-paru misterius terjadi di 29 negara bagian Amerika Serikat yang dikaitkan dengan perilaku merokok elektrik dari produk ilegal.
Hal tersebut menunjukkan pentingnya aturan ketat dan penelitian yang kredibel mengenai penggunaan produk tembakau alternatif dan dampak kesehatannya pada masyarakat.
Baca Juga: Indonesia Bisa Tiru AS soal Izin Hingga Konsumsi Produk Tembakau Alternatif