Suara.com - Negara miskin saat ini kewalahan menghadapi pandemi Covid-19 yang menyerang dunia, baik dari sisi pengobatan, fasilitas kesehatan, hingga akses tes Covid-19.
Untuk itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melakukan inisiatif dengan membantu pengadaan 120 juta tes cepat (rapid test) yang disediakan untuk negara miskin, dengan harga maksimal Rp 74.000.
Dilansir ANTARA, Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan perusahaan Abbott dan SD Biosensor, bersama Yayasan Bill & Melinda Gates, sepakat menyediakan 120 juta tes diagnostik cepat COVID-19 yang baru, sangat portabel dan mudah digunakan selama periode enam bulan.
Dalam konferensi pers di Jenewa, Tedros mengatakan tes saat ini masing-masing dihargai 5 dolar AS namun ke depannya diharapkan menjadi lebih murah.
Baca Juga: Interview Kursi Kosong Terawan, Dosen UGM: Momen Terbaik Selama Pandemi
"Ini akan dapat memperluas pengujian, apalagi di daerah yang sulit terjangkau, yang tidak memiliki fasilitas laboratorium atau tenaga medis yang cukup terlatih untuk melakukan tes," kata Tedros.
"Hal ini penting untuk meningkatkan kapasitas pengujian dan sangat penting untuk daerah dengan transmisi tinggi," ujar Tedros.
Sementara itu, jumlah kasus Covid-19 di seluruh dunia masih beranjak naik, dengan kematian mencapai lebih dari 1 juta.
Menurut data dari Johns Hopkins University, Amerika Serikat, AS memimpin dengan lebih dari 7,1 juta kasus dan 205.000 kematian.
Brasil ada di posisi kedua dengan kematian 142.000 orang dan lebih dari 4,7 juta kasus yang dilaporkan, sementara India lebih dari 95.000 orang meninggal dalam lebih dari enam juta kasus.
Baca Juga: Viral Perbedaan Dewa-19 dengan Covid-19, Publik: Konspirasi Apa Lagi Ini?
China mencatat sekitar 90.000 kasus dan 4.700 kematian, dan di Turki keseluruhan kasus mencapai 315.800 dengan 8.062 kematian.
Tak lama setelah jumlah korban meninggal dunia akibat penyakit itu mencapai 1.000.555, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyebut jumlah besar baru itu sebuah tonggak yang menyakitkan dan mengatakan itu adalah angka yang mematikan pikiran.
Memperhatikan bahwa mereka yang meninggal adalah ayah dan ibu, istri dan suami, saudara laki-laki dan perempuan, teman dan kolega, kepala PBB tersebut mengatakan rasa sakit telah berlipat ganda dengan kebuasan penyakit ini.
"Bagaimana kamu mengucapkan selamat tinggal tanpa berpegangan tangan, atau memberikan ciuman lembut, pelukan hangat, bisikan terakhir 'Aku mencintaimu'?" kata Guterres.
Menurut dia, penyebaran virus masih belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir, sementara banyak orang telah kehilangan pekerjaan, terganggunya pendidikan, serta banyak lainnya menghadapi pergolakan hidup.