Virus Corona Menyebar Lebih Cepat, Diduga Bermutasi

Vania Rossa Suara.Com
Sabtu, 26 September 2020 | 17:10 WIB
Virus Corona Menyebar Lebih Cepat, Diduga Bermutasi
Ilustrasi virus corona. (Pexels)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Seiring dengan penyebaran virus corona yang semakin luas dan masif, para ilmuwan di Houston, AS, menemukan bahwa virus corona (SAR-CoV2) telah bermutasi terus menerus. Dan hal ini diduga membuat virus tersebut menjadi lebih menular dibandingkan sebelumnya.

Dalam studi yang dirilis minggu lalu, para ilmuwan memaparkan 5.000 urutan genetik virus corona yang menunjukkan akumulasi mutasi virus yang terus-menerus, salah satunya mungkin yang membuatnya menjadi semakin mudah menular.

Namun, laporan baru tidak menemukan bahwa mutasi ini membuat virus lebih mematikan atau mengubah hasil klinis. Semua virus mengakumulasi mutasi genetik, dan kebanyakan tidak signifikan, demikian dikatakan para ilmuwan, seperti dilaporkan oleh Washington Post, dikutip dari Antara.

Virus corona seperti SARS-CoV-2 relatif stabil seiring penyebarannya, karena memiliki mekanisme mengoreksi diri saat bereplikasi. Tetapi, setiap mutasi memiliki banyak kemungkinan, dan dengan penularan yang begitu luas di Amerika Serikat—dengan pertambahan puluhan ribu infeksi baru setiap harinya—virus telah memiliki banyak peluang untuk berubah, berpotensi dengan konsekuensi yang merepotkan, demikian menurut studi tersebut.

Baca Juga: Anaknya Dibiarkan Mimisan usai Tes Swab Hidung, Ibu Balita Ini Tidak Terima

Studi baru, yang belum ditinjau sejawat, telah diunggah di MedRxiv. Tampaknya ini menjadi agregasi tunggal terbesar dari urutan genetik virus di Amerika Serikat sejauh ini.

Sekumpulan urutan yang lebih besar diterbitkan awal bulan ini oleh para ilmuwan di Inggris, dan, seperti studi Houston, menyimpulkan bahwa mutasi yang mengubah struktur “spike protein” di permukaan virus mungkin mendorong penyebaran yang terlalu besar.

David Morens, ahli virologi di Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular (NIAID), meninjau studi baru dan mengatakan temuan menunjukkan kemungkinan kuat bahwa virus, karena telah berpindah melalui populasi, menjadi lebih mudah menular, dan ini “mungkin memiliki implikasi pada kemampuan para ilmuwan untuk mengontrolnya.”

Morens mencatat bahwa ini adalah studi tunggal, dan "Anda tidak ingin menafsirkan secara berlebihan apa artinya ini". Tetapi virus, katanya, berpotensi merespons—melalui mutasi acak—terhadap intervensi seperti pemakaian masker dan jarak sosial.

“Mengenakan masker, mencuci tangan, semua itu adalah penghalang penularan, tetapi karena virus menjadi lebih menular, secara statistik lebih baik untuk meningkatkan hambatan itu,” kata Morens, penasihat senior Anthony S. Fauci, direktur NIAID.

Baca Juga: Bule Ngamuk, Dorong Petugas dan Coba Terobos Ruang Isolasi RS Bali Mandara

Tentu saja hal ini berimplikasi pada formulasi vaksin, kata Morens. Ketika orang memperoleh kekebalan, baik melalui infeksi atau vaksin, virus dapat berada di bawah tekanan selektif untuk menghindari respons kekebalan manusia.

"Meskipun kita belum tahu, masih ada kemungkinan bahwa virus corona ini, ketika kekebalan tingkat populasi kita cukup tinggi, virus corona ini akan menemukan cara untuk menghindari kekebalan kita," kata Morens.

“Jika itu terjadi, kita akan berada dalam situasi yang sama seperti flu. Kami harus mengejar virus dan, saat virus bermutasi, kami harus mengutak-atik vaksin kami," lanjutnya.

Peter Thielen, ahli biologi molekuler di Laboratorium Fisika Terapan Universitas Johns Hopkins, mengatakan para ilmuwan perlu terus mempelajari virus untuk melihat apakah mutasi baru yang diidentifikasi oleh peneliti Houston mengubah 'kekuatan' virus, dan apakah penularan SARS-CoV -2 benar-benar meningkat sebagai hasil dari mutasi ini.

Di Houston, para peneliti mengelompokkan pola penyebaran virus corona, di mana mereka menemukan pola penyebaran yang berbeda dari ketika awal virus menjangkiti warga kota hingga sekarang ini. Gelombang pertama, virus hanya menjangkiti orang kalangan atas (kaya) dan lebih tua, sedangkan gelombang kedua mulai banyak menjangkiti orang muda dan yang berpenghasilan rendah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI