Suara.com - Kepala Badan POM Penny K. Lukito mengumumkan temuan obat tradisional tanpa izin edar atau mengandung bahan kimia obat, serta pangan olahan tanpa izin edar pada Rabu, 23 September 2020 di Rawalumbu, Bekasi.
Barang bukti temuan sebanyak 60 item, 78.412 buah diperkirakan nilai ekonominya mencapai sebesar Rp 3,25 miliar.
Temuan ini merupakan hasil pengawasan rutin yang berawal dari laporan masyarakat yang menyebutkan adanya gudang yang menyimpan dan mendistribusikan produk obat tradisional dan pangan olahan ilegal.
Berdasarkan laporan tersebut, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Badan POM melakukan pendalaman dan penelusuran yang kemudian menunjukkan adanya pelanggaran di bidang Obat dan Makanan.
Baca Juga: Heboh Mikroplastik di Air Minum Kemasan, BPOM Terus Tingkatkan Pengawasan
“Untuk sementara, diketahui bahwa modus operandi pelaku adalah mengedarkan obat tradisional dan pangan olahan ilegal melalui platform e-commerce, serta mendistribusikan produk tersebut melalui jasa transportasi online dan ekspedisi,” terang Penny saat konferensi pers, Jumat (25/9/2020).
Selama menjalankan usaha ilegalnya, kata Penny, tersangka berhasil meraih omset miliaran rupiah setiap tahunnya.
Berdasarkan temuan dan fakta di lapangan, para tersangka dapat dijerat dengan ketentuan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 196 Jo. Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 197 Jo. Pasal 106 ayat (1).
Pada intinya menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi, atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak 1,5 miliar rupiah.
“Selain itu, tersangka juga dapat dikenakan hukuman pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 Pasal 142 Jo. Pasal 91 ayat (1),” tambah Penny.
Baca Juga: China Klaim Obat Tradisional Bisa Bantu Penanganan Pasien Covid-19
Pasal ini menyatakan bahwa pelaku usaha pangan yang dengan sengaja tidak memiliki izin edar terhadap setiap pangan olahan yang dibuat di dalam negeri atau yang diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran dapat dikenakan hukuman pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak 4 miliar rupiah.
“Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, Pasal 62 ayat (1), tersangka dapat dikenakan hukuman dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak dua miliar rupiah,” lanjut Kepala Badan POM.
Sementara itu, untuk penegakan hukum akan lebih difokuskan pada kejahatan dengan nilai ekonomi tinggi atau kualitas kejahatannya akan mempengaruhi kesehatan masyarakat, perekonomian, harga diri bangsa (ketahanan bangsa) utamanya produk-produk impor dan kejahatan terorganisir.
Dalam waktu dekat, Badan POM akan melakukan pemusnahan terhadap barang bukti tindak pidana di bidang obat dan makanan temuan tahun 2019 senilai Rp 53,5 miliar
“Kami tak segan untuk menindak dan menegakkan hukum kepada siapapun yang tidak mengikuti aturan agar pelanggar diberi hukuman yang setimpal. Kesehatan masyarakat terancam jika pelaku usaha tidak patuh”, tegasnya.
Masyarakat agar lebih berhati-hati dalam memilih, membeli dan mengonsumsi produk Obat dan Makanan, termasuk banyaknya informasi penggunaan obat-obat herbal dengan klaim mencegah, mengobati atau menyembuhkan Covi-19.
Selalu ingat Cek “KLIK” (Kemasan, Label, izin Edar dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau mengonsumsi produk Obat dan Makanan. Masyarakat dapat memperoleh informasi tentang produk Obat dan Makanan dengan mudah melalui situs resmi Badan POM, sosial media resmi Badan POM, maupun HaloBPOM 1500533.